Kontes #Semangat Berbagi Blog Emak Gaoel bersama Smartfren
Bersama Kita Sebarkan Kebaikandengan #SemangatBerbagi. Ikuti acara puncak Smarfren #SemangatBerbagi tanggal19 Juli 2014 di Cilandak Town Square Jakarta.
Bapak Yusri
Namanya Bapak Yusri,
usianya saat ini 60 tahun. Tadi beliau mengirim SMS pada saya. Bunyinya. “Ada
sumbangan untuk musalla Ittihad tahun ini ndak?” Tentu saja saya segera membalas
SMS beliau. Saya jawab, ya, saya akan menyumbang. Saya insyaallah akan
memberikan uang sumbangan itu dalam pekan ini.
Bapak Yusri adalah salah satu pengurus sebuah musala
kecil di tengah kota Bukittinggi, kampung halaman saya. Musala ini sudah cukup
tua. Bangunannya pun sebagian terbuat dari papan. Atapnya seng. Musala itu
berdiri sejak tahun 1974, setahun lebih tua dari saya.
Musala Ittihad, yang usianya lebih tua dari saya ^_^
Musala Ittihad, yang usianya lebih tua dari saya ^_^
Saat itu tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya untuk bertanya tentang
uang sumbangan itu biasanya digunakan untuk apa. Karena setiap tahun beliau selalu
mengirim SMS yang sama pada saya. Menurut beliau, sumbangan ini akan digunakan
untuk merenovasi musala. Ada saja bagian musala itu yang perlu direnovasi
setiap tahun. Kadang atapnya yang bocor, atau dindingnya yang terbuat dari kayu
yang sudah rapuh. Tidak ada donatur tetap di musala tersebut.
Jamaah musala Ittihad tidak banyak. Hanya sesekali ada orang yang
lewat, mampir untuk shalat di sana. Jadi uang infak yang mampir ke kas musala
bisa dibilang tidak cukup untuk merenovasi musala. Dengan berat hati, pengurus
musala yang berjumlah 7 orang, terpaksa mencari donatur dari luar komplek
musala.
Itulah sebabnya sebagai pengurus musalla, beliau menanyakan
sumbangan kepada para donatur setiap tahun. Sungguh, sebenarnya saya malu,
kenapa saya harus menunggu SMS Pak Yusri dulu untuk menyumbang ke musala. Tapi
sudahlah, insyaallah sejak hari ini saya berjanji akan berusaha menyumbang ke
musala sebelum beliau mengirim SMS pada saya.
Suatu hari saya pernah bertanya pada beliau, apakah beliau
mendapatkan gaji dari mengurus musala ini?
“Ndak ado gaji doh. Ko
kan amal jariah wak,” sahutnya mantap. Jadi tidak sedikit pun beliau menerima upah
dari tugas mulia ini. Beliau menganggap tugas ini adalah amal ibadah baginya.
Lalu saya tanya apa saja
tugas beliau sebagai pengurus musala?
Beliau mengatakan, sama seperti tugas pengurus musala lainnya. Merawat
dan menjaga kebersihan musala. Kalau ada kerusakan atau perlu perbaikan musala,
maka beliau akan mencari donatur. Biasanya saat Ramadhan, tugas beliau
bertambah dengan mencari penceramah, menjadi MC sebelum ustadz/ustadzah
berceramah dan menjadi amil zakat.
Ketika ditanya sejak kapan beliau mengabdikan diri sebagai amil
zakat dan pengurus musalla Ittihad ini, beliau menjawab sambil tersenyum.
“Baru
sejak tahun 2000.”
Tahun 2000? Berarti sudah sekitar 14 tahun dong. Dan
beliau mengatakan itu baru? Subhanallah! Saya jadi merenung. Saya kapan bisa
mencontoh beliau? Saya harap saya bisa mencontoh sedikit saja dari ketulusan
beliau itu.
Bapak Yusri saat jadi Panitia Amil Zakat dan MC kultum Ramadhan
****
Lebaran 2 tahun lalu, saya pulang ke kampung halaman saya di
Bukittinggi. Seperti biasa, begitu saya dan keluarga kecil saya sampai di
rumah, papa saya langsung menyambut kami dengan berbagai pertanyaan. Mulai dari
keadaan kesehatan hingga sekolah cucu beliau.
Tak terasa kami mengobrol cukup lama, hingga suara
muratal dari musala Ittihad pun terdengar. Itu artinya sebentar lagi azan ashar
akan segera berkumandang. Papa saya lalu meminta adik saya mengisi air bak
untuk wudhu di musala. Karena beberapa bulan terakhir, pasokan air dari PDAM
sering mati. Beliau tidak ingin jamaah yang shalat di musala berkurang karena
ketiadaan air untuk berwudhu.
“Itu kan kerjaan pengurus musala,” tolak adik saya waktu
itu. Saya lihat kekecewaan di wajah papa mendengar jawaban adik saya. Lalu
beliau berdiri dan berjalan menuju musala. Saya lihat beliau mengangkat air
dari WC umum ke dalam tempat wudhu di musala. WC umum ini persis di samping
musala. Untungnya air di WC umum itu masih menyala.
Saya berusaha menghentikan beliau. Karena saya lihat napas beliau
sudah mulai sesak. Saya takut penyakit asma beliau kumat.
“Ndak baa doh. Ibo
wak urang dak bisa sumbayang karano dak ado aia,” ucap beliau dengan napas
tersengal. Saya memohon. Akhirnya beliau mengalah. Saya minta adik saya untuk
mengisi bak air wudhu tersebut.
“Saya kan tadi hanya bercanda. Lagian saya lupa kalau
papa adalah pengurus musala,” sahut adik saya enteng.
Benar, Pak Yusri yang saya ceritakan di atas tadi adalah
papa saya. Dua tahun lalu, beliau selalu mengisi bak air wudhu ketika air PDAM
di musala tidak menyala. Beliau mengangkat berember-ember air dari WC umum yang
bersebelahan dengan musala. Saya bangga pada beliau. Meskipun beliau mengidap
penyakit asma yang sering kambuh, tapi untuk musala, beliau rela melakukan apa
pun.
Saya bersyukur, karena saat ini air PDAM sudah lancar di
tempat berwudhu musala. Dengan begitu papa saya atau pak Yusri, tidak perlu
lagi mengangkat air untuk berwudhu jamaah ketika waktu shalat tiba.
Doakan saya agar bisa mengikuti jejakmu ya Pa. semoga
Allah selalu memberikan kekuatan padamu untuk menjaga dan merawat musala
Ittihad ini. Aamiin… []
Penulis bersama Bapak Yusri
Catatan :
Ndak ado gaji doh. Ko kan amal jariah wak. = nggak ada gajinya, ini
kan untuk amal jariah saya.
Ndak baa doh. Ibo wak, urang dak bisa sumbayang karano dak ado aia. = nggak apa=apa. Kasihan
orang-orang nggak bisa shalat karena nggak ada air.
Kagum melihat Papa Nelfi. Semoga beliau selalu dilimpahi keberkahan, kesehatan dan keikhlasan lahir dan batin. Salamku untuk beliau ya, Nel. :)
ReplyDeleteaamiin Ya Rabbal alamiin... makasih doanya kak Wiek. Insyaallah salam kakak aku sampaikan nanti. :)
ReplyDeleteAssalamu'alaikum...
ReplyDeleteTerima kasih sudah berbagi cerita inspiratif ini, ya!
Good luck! ^_^
Emak Gaoel