Bismillahirrahmanirrahim
Jumat 8 September 2023 lalu, saya tiba-tiba harus berangkat ke kampung halaman di Bukittinggi, Sumbar. Sebenarnya sudah 4 tahun lebih saya tidak pulang kampung. Apalagi pulang kampung kali ini, saya berangkat sendiri, jadi agak bingung juga pas check in di Bandara.
Alhamdulillah proses check in berjalan normal. Saya bangga mengangkat koper yang cukup berat sendirian, karena biasanya kan ada suami atau Hikmal anak kedua yang badannya cukup kuat untuk mengangkat barang berat. Hehehe... Setelah sampai di ruang tunggu keberangkatan, saya pun memanfaatkan waktu dengan membaca. Sampai akhirnya para penumpang disuruh masuk ke dalam pesawat.
Saya pun mengecek boarding pass saya dan mengingat nomor tempat duduk saya. Selanjutnya saya masuk ke dalam pesawat bersama penumpang lain. Saya berhasil menemukan tempat duduk saya yang ternyata di barisan paling belakang. Yaitu nomor kursi 36D. Dengan yakin, saya pun duduk di samping jendela.
Beberapa menit kemudian, seorang perempuan (mungkin seusia dengan saya) bertanya," Ibu nomor kursinya berapa?"
"Tiga enam de," jawab saya yakin.
"Tiga enam de itu di sisi sini bu. Di sana tiga enam ef," ucap perempuan itu dengan raut sedikit kesal pada saya.
"Oh, maaf, saya salah ternyata. Saya pikir de di sini," saya pun berdiri dan berusaha keluar dari deretan kursi tiga enam itu.
"Kalau ibu mau di tengah, gak apa-apa bu. Saya mau kok di pinggir ini," ucap seorang laki-laki paruh baya yang berada di samping perempuan itu pada saya.
"Nomor kursi bapak E kan? Jadi saya aja yang di pinggir, gak apa-apa kok pak," jawab saya.
"Nggak apa-apa, ibu aja yang di tengah," ucapnya bersikeras.
Ya Allah... saya malas berdebat, kuatir penumpang lain marah, karena masih banyak penumpang yang belum duduk di kursi mereka. Saya pun duduk di tengah sesuai dengan keinginan bapak itu.
Tak lama kemudian, pesawat pun berangkat. Seperti biasa, penumpang diminta berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Perempuan di sebelah saya terlihat sangat tegang ketika pesawat lepas landas. Dia berulang kali bergumam," Kok seperti ini banget ya? Biasanya tidak seburuk ini guncangannya?" Ya Allah... saya yang tadi sudah berusaha menenangkan diri, jadi tidak nyaman dengan gumamannya yang cukup jelas terdengar di kuping saya.
Saya tidak menanggapi perempuan itu. Saya hanya memperbanyak zikir aja agar saya kembali tenang. Saya alihkan pandangan ke arah jok tempat dokumen doa dan panduan keselamatan penerbangan di letakkan. Saat itu, saya melihat ada dua kantong snack yang diletakkan di jok di depan perempuan di samping kanan saya. Saya bingung, kenapa dia dapat dua snack dari pramugari? Ohya, snack itu sudah dibagikan saat pemeriksaan terakhir sebelum masuk pesawat.
Refleks saya melirik ke jok di sisi kiri saya. Bapak di samping kiri saya ternyata tidak membawa snacknya. Subhanallah... jadi mereka berdua sepertinya teman satu perjalanan, pikir saya. Kenapa mereka tidak mau duduk berdekatan? Ah sudahlah apa peduli saya. Saya pun kembali berzikir untuk mengurangi rasa cemas saya.
Beberapa menit kemudian, saya lihat perempuan itu tidur dengan menutup jendela pesawat. Dia bersandar ke jendela itu. "Oh, mungkin ini sebabnya dia ngotot ingin duduk di sana, biar dia bisa menyandarkan kepalanya ke jendela pesawat," demikian pikir saya.
Setengah jam sebelum pesawat mendarat, si bapak itu pun membangunkan teman seperjalanannya tadi. Tentunya tangannya melewati depan dada saya. Dia menyodorkan tangannya ke temannya tanpa permisi ke saya sebelumnya. Sungguh saya kaget saat itu. Ya Allah... bersyukur saya nggak kelepasan memukul tangan bapak itu. Karena tiba-tiba berada di depan dada saya, itu sangat membuat kaget dan kesal. Saya segera menarik badan ke belakang. Sambil beristighfar berulang kali.
Tak lama kemudian, pilot pun mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Saya berdoa pada Allah, cukup sekali ini saja saya merasakan hal yang tidak menyenangkan ini. Aamiin...