Sunday, July 13, 2014

Mengaji Bersama Kakek



                                 
                               Hanif, Fathan dan Kakek (Foto : dokpri)
Sebelum shalat tarawih, pasti selalu ada kultum di masjid dekat rumah Hanif. Biasanya sebelum kultum dimulai, Hanif dan teman-temannya bergiliran membaca AlQuran. Malam ini, giliran Hanif yang tampil ke depan untuk membaca AlQuran. Hanif sudah mempersiapkan diri sejak sebelum Ramadhan. Dia ingin bacaan AlQurannya lancar saat tampil nanti.
Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq,” Hanif mulai membaca Al Quran, Syaamil Quran yang ada di depannya. Semua jamaah khusu’ mendengarkan bacaan Hanif. Ada kakek yang ikut mendengarkan bacaan Hanif saat itu. Kakek mengangguk-angguk sambil sesekali mengusap matanya. Kakek menangis!
Shadaqallahul adziim,” Hanif mengakhiri bacaannya. Dia kembali ke tempat duduknya di samping kakek.

“Hebat cucu kakek!” kakek memeluk Hanif erat, ketika Hanif duduk di sampingnya.
“Kan Hanif mengajinya tiap hari, Kek. Alhamdulillah bacaan Hanif jadi lancar,” sahut Hanif bersemangat. Kakek masih saja memeluk pundak Hanif sambil sesekali menghapus air matanya. Hanif memperhatikan hal itu.
“Kakek kenapa menangis?” tanya Hanif bingung.
“Nggak kok, kakek nggak menangis. Ayo kita dengar kultum dari ustad,” sahut Kakek sambil menunjuk ustad yang sudah mulai membaca salam.
Hanif menurut. Sesekali diliriknya kakek yang masih saja menghapus air matanya. Hanif tidak berani bertanya. Bukan karena takut dimarahi kakek. Tapi Hanif nggak enak karena ustad sedang menyampaikan kultum.
Rasa penasaran Hanif semakin bertambah ketika kakek permisi ke kamar kecil. Hanif yakin, kakek pasti bukan ingin buang air kecil atau berwudhu. Hanif pun mengikuti kakek keluar masjid. Lebih baik dia menemani kakek. Hanif khawatir, kakek tiba-tiba jatuh karena sepertinya sangat sedih.
“Kakek kenapa?” tanya Hanif ketika melihat Kakek membasuh muka beliau di tempat wudhu.
“Kan kakek wudhu, sayang,” ucap Kakek. Beliau berusaha untuk tersenyum.
“Tapi Hanif lihat kakek seperti orang yang sedang menangis,” tebak Hanif.
Kakek menghampiri Hanif. Lalu memeluk Hanif dengan erat. “Benar, Nak. Kakek memang menangis. Kakek ingat nenek yang sudah meninggal. Suaramu mengaji, mirip sekali dengan suara nenek. Beliau juga hafal Al Quran. Dulu, setiap hari beliau mengajak kakek membaca AlQuran.” Kakek kembali menghapus air matanya.
Hanif terdiam. Dia belum pernah bertemu nenek. Nenek meninggal ketika ayahnya masih kecil.
“Kalau begitu, kakek mengaji bareng Hanif saja tiap hari. Biar nenek senang,” ajak Hanif.
“Iya sayang. Terima kasih ya. Kakek akan mengaji tiap hari bersama Hanif. Nanti, kalau bacaan kakek kurang lancar, Hanif ajari kakek ya.”
“Oke deh Kakek. Deal ya, mulai besok kita ngaji tiap hari,” Hanif memberikan kelingkingnya pada kakek. Kakek tersenyum dan menautkan kelingkingnya di jari Hanif. Mereka lalu masuk kembali ke masjid.[NS]  * FF 395 kata

http://syaamilquran.com/wp-content/uploads/BROSUR-ANTH-REVISI.jpg 

1 comment:

  1. ayo ngaji tiap hari, tiada hari tanpa lantunan al quran ya mbak

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. ^_^