Ibu Kedasih demam sejak semalam. Padahal dia juga sudah mengompres ibu dan meminta ibu minum banyak air putih. Karena belum turun demamnya, Kedasih pun pamit pada ibunya untuk meminta obat ke Tabib.
Dalam perjalanan menuju rumah Tabib, tiba-tiba Kedasih mendengar suara tangisan minta tolong.
“Huhuhu... tolong aku.”
Kedasih menghentikan langkahnya. Dia memperhatikan sekitarnya. Hanya ada pohon di sana.
“Mungkin hanya perasaanku saja,” gumam Kedasih. Dia pun melanjutkan perjalanan. Baru dualangkah, tiba-tiba suara itu terdengar kembali. Kali ini terdengar lebih kencang. Kedasih kembali menghentikan langkahnya.
“Hai, siapa di sana? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Kedasih sambil celingukan mencari suara itu.
“Aku di sini, tolong aku,” ujar suara itu. Kali ini suara itu lebih dekat. Sayangnya Kedasih masih tidak melihat siapa yang berbicara padanya. Kedasih memperhatikan sekitarnya.
“Kamu di mana? Aku tidak melihatmu,” ucap Kedasih bingung.
“Aku tepat di sampingmu. Aku pohon yang dicabut seseorang dari tanah. Aku sangat lemah sekarang. Tolong tanam aku kembali ke tanah ini,” ujar suara itu. Kedasih segera menoleh ke arah pohon yang berada di sampingnya. Sebuah pohon jati yang masih muda tergeletak tak berdaya di dekatnya.
“Kasihan sekali kamu. Sebentar aku akan menanammu kembali,” ujar Kedasih. Dia pun segera menggali tanah. Lalu menanam pohon jati kecil itu kembali di tanah yang baru saja digalinya.
“Terima kasih. Ohya, kamu hendak kemana?” tanya pohon jati.
“Aku mau ke rumah tabib untuk meminta obat. Ibuku sakit,” sahut Kedasih.