Thursday, February 4, 2021

Kaget


            Bunda Nay punya kebiasaan unik. Kalau ke kamar mandi dia tidak pernah mengunci pintu kamar mandi. Mungkin karena di rumah sendiri, jadi dia pikir semua orang pasti tahu ada orang di kamar mandi. Bersyukur kebiasaan itu tidak terbawa jika dia perlu BAK atau BAB di tempat umum seperti mall dan masjid.

            Kebiasaan itu lebih parah lagi ketika Bunda Nay bangun sebelum subuh. Dia bahkan tidak menutup rapat pintu kamar mandi. Jadi jika dia BAK atau BAB di kloset, dia bisa melihat ke arah dapur rumah mereka. Orang yang berada di dapur pun bisa melihat kaki orang yang berada di closet jika pintu kamar mandi tidak ditutup.

            Entah kenapa Bunda Nay selalu lupa menutup pintu kamar mandi jika dia bangun sebelum subuh itu. Bersyukur selama ini tidak ada anggota keluarga melihat Bunda Nay sedang BAK atau BAB menjelang subuh. Karena umumnya penghuni rumah mereka baru bangun setelah Bunda Nay membangunkan mereka.

            Kebiasaan aneh Bunda Nay itu akhirnya terpaksa berubah karena kejadian memalukan beberapa hari lalu. Seperti biasa pukul 3.30 WIB, Bunda Nay berjalan ke kamar mandi. Dia tak lupa membaca doa masuk kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi tapi tidak rapat. Lalu dia duduk di closet untuk BAK. Ketika hendak bersuci, matanya tiba-tiba menangkap sesosok wajah dengan senyuman mengarah padanya dari arah dapur.

            Bunda Nay terkejut karena tak menyangka ada yang sudah bangun jam segini. Dia ingin beristighfar karena kaget. Tapi dia segera memindahkan istighfarnya ke dalam hati. Karena tidak boleh menyebut nama Allah saat kita berada di dalam kamar mandi. Pikiranya segera memahami situasi. Benarkah yang dilihatnya itu sosok yang dikenalnya atau bukan? Karena kondisi dapurnya saat itu masih gelap. Bunda Nay tidak menyalakan lampu dapur.

            Bunda Nay merasa belum sepenuhnya sadar saat itu. Otaknya spontan merespon dengan memerintahkan mulutnya bertanya. Ini benar-benar pertanyaan di luar kesadaran Bunda Nay.

            “NANDA?!” tanya Bunda Nay dengan suara sangat bergetar tapi menggelegar. Respon otak yang kaget, takut tapi berusaha untuk berani. Jantungnya berdetak keras suara dan napasnya terdengar menderu.

            “Iya Bunda. Kenapa? Bunda masih lama ya?” jawab sosok itu sambil memperlihatkan senyumnya lebih lebar.  

            Bunda Nay memperhatikan sosok itu dengan seksama. Dia perhatikan dari wajah hingga kaki. Meski pakaian tidur Nanda juga gelap, Bunda Nay yakin sosok itu adalah putrinya. Bukan sesuatu yang perlu ditakutkannya. Dia ingin sekali mengucapkan hamdalah dengan lantang karena lega. Tapi dia beralih mengucapkannya dalam hati.

            “Kamu udah bangun? Biasanya susah kalau Bunda bangunin. Lagian kenapa berdiri di sana nggak ngomong. Malah senyum-senyum aja bikin Bunda kaget,” ucap Bunda Nay sambil menarik napas lega. Dia mengusap dadanya beberapa kali untuk menenangkan detak jantungnya. “Bersyukur Bunda nggak kena pingsan lihat kamu tiba-tiba berdiri di sana.” 

            Bunda Nay menyelesaikan bersucinya. Dia menarik napas dalam beberapa kali untuk menenangkan diri. Setelah itu dia bergegas menyikat gigi

            “Aku nunggu Bunda. Pas Bunda melihat aku, ya aku senyumlah,” jawab Nanda santai. Wajahnya tak menunjukkan penyesalan karena sudah membuat bundanya kaget.

            “Lagian kenapa pintu kamar mandinya nggak Bunda tutup? Aku kan sebenarnya udah bangun dari tadi. Tapi karena lampu ruang tamu belum nyala, jadi aku nggak keluar dulu. Nah pas lampu nyala, baru aku keluar kamar dan langsung ke kamar mandi. Ternyata ada Bunda di kamar mandi.”

            “Jam segini kan memang Bunda yang biasanya di kamar mandi. Lain kali Nanda bersuara kek, biar Bunda nggak kaget kayak tadi,” cecar Bunda Nay setelah dia selesai menyikat gigi. Dia keluar kamar mandi dan segera berwudu di tempat wudu yang letaknya di samping kamar mandi.

            “Iya Bun, maafkan Nanda ya. Nanda hanya senang melihat Bunda, makanya cuman senyum aja tadi,” jawab Nanda menyesal. Nanda memeluk Bundanya yang masih berwudu. Bunda Nay tersenyum. Dia mencium kepala Nanda setelah selesai wudu.

            “Bunda takut dan kaget banget tadi loh.” Bunda Nay mengusap kepala Nanda.

            “Pantesan suara Bunda terdengar aneh tadi.” Nanda tersenyum dan masuk ke kamar mandi. 

            “Iya, Bunda juga merasakan suara Bunda tadi sedikit aneh. Mungkin karena takut itu kali ya.” Bunda Nay berjalan ke kamarnya. Dia ingin melaksanakan shalat tahajud. Bermunajat kepada Allah untuk bersyukur atas semua karunia Allah terhadap keluarga mereka. 


Monday, February 1, 2021

Musibah Bertubi


            “Udah lama nggak kelihatan Bunda Nay. Sakit ya?” sapa Bude Mini ketika mereka bertemu saat membeli sayur. 

            “Alhamdulillah sehat Bude. Pak Amri yang baru demam. Tapi Alhamdulillah sekarang sudah mendingan. Saya sengaja nggak keluar rumah Bude. Isoman aja, menahan diri nggak keluar rumah karena Pak Amri lagi kurang sehat.”

            “Hah! Pak Amri demam Bun? Di tes swab nggak Bun?” celetuk Bu Dora.

            “Demamnya nggak tinggi kok Bu Dora. Alhamdulillah nggak ada batuk dan pilek juga, makannya juga biasa. Sekarang sudah nggak demam Bu. Dia nggak di swab. Karena katanya dia juga nggak kontak dengan pasien covid.”

            “Mungkin kecapaian ya Bunda Nay. Kemarin itu saya lihat Pak Amri ngangkat-ngangkat puing. Katanya tukangnya kerja sendiri,” tanya Bude Mini lagi.

            “Mungkin Bude. Pak Amri nggak biasa kerja berat, sekalinya begitu jadi kecapaian deh,” Bunda Nay berusaha tersenyum. Beginilah kalau tinggal di komplek, ada saja yang menjadi bahan perbincangan ibu-ibu ketika bertemu. Apalagi saat pandemi ini muncul, Pak RT melarang warganya untuk duduk-duduk mengobrol di depan rumah maupun di warung. 

            Akhirnya saat berbelanja sayur seperti inilah warga menyempatkan sejenak mengobrol antar tetangga. Sebenarnya ini hikmah yang luar biasa bagi Bunda Nay yang tidak suka ikut mengobrol tanpa tujuan jelas. Setidaknya aktivitas ngerumpi Ibu-ibu komplek bisa ditiadakan, demikian pikiran Bunda Nay. 

            Tapi ternyata itu tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar. Buktinya saat membeli sayur begini mereka tetap mengobrol. Bahkan sampai lupa dengan tujuan semula untuk membeli sayur. Mang Karjo kadang terlihat kesal menunggu ibu-ibu belanja sayur karena keasyikan ngobrol.

             Bunda Nay bergegas memilih sayuran dan langsung meminta Mang Karjo untuk menghitung belanjaannya. Setelah itu dia membayarkan sejumlah uang ke Mang Karjo.

            “Ohya Mang Karjo, saya turut berduka ya Mang. Maaf saya nggak bisa ke rumah Mang Karjo untuk takziah Bu Karjo.” Bunda Nay menyelipkan amplop berisi uang ke dalam tas pinggang Mang Karjo.

            “Nggak apa-apa Bunda Nay. Memang nggak ada yang boleh datang kok Bun. Kita semua diisolasi hampir sebulan. Mohon doanya aja Bunda Nay. Sebenarnya saya sendiri juga bingung. Istri saya punya sakit asma memang. Begitu napasnya sesak dan kita bawa ke rumah sakit, ternyata nggak tertolong dan positif covid katanya. Bersyukur saya dan anak-anak negative hasil swabnya. Ohya, makasih banyak ini ya Bunda Nay.” 

            “Sama-sama Mang. Semoga selalu sehat seterusnya ya Mang. Ayo Ibu-ibu saya duluan ya…” Bunda Nay bergegas ke rumahnya. Sebenarnya Bunda Nay malas belanja sayur jika sedang banyak ibu-ibu seperti tadi. Tapi dia sudah mencoba menunggu beberapa menit, ibu-ibu komplek masih saja ngobrol di depan gerobak Mang Karjo. Makanya dia terpaksa belanja sayur karena stok sayuran sudah habis di kulkasnya. 

            Biasanya dia memesannya via WA ke istri Mang Karjo dan Mang Karjo akan mengantarkannya ke rumah Bunda Nay. Namun beberapa pekan lalu istri Mang Karjo wafat. Menurut berita di WA grup RT, beliau wafat karena covid. Jadi mereka sekeluarga di isolasi selama 3 pekan sejak wafatnya sang istri. 

            Di awal Januari ini banyak hal yang membuat Bunda Nay bersedih. Ada banyak musibah yang terjadi. Musibah itu menimpa keluarganya, sahabatnya dan beberapa orang yang dia kenal. Demikian juga banyak musibah yang menimpa negeri ini. Jatuhnya pesawat, banjir, tanah longsor dan lainnya. Membuat Bunda Nay menjadi kehilangan energinya.

             Bersyukur dia selalu berusaha mengingat ada Allah Tempat Bergantung. Jadi  dia segera bangkit dari kesedihan. Allah sebaik-baik tempat berlindung, bergantung dan berserah diri. Karena Allah Maha Penyelamat. Allah Maha Segalanya. Jadi tak akan terjadi segala sesuatunya tanpa sepengetahuan dan seizin Allah. Bunda Nay meyakini ini bagian dari rahmat Allah untuknya, keluarganya, sahabatnya dan negeri ini. Bunda Nay memperbanyak shalat tobat. Memohon ampunan Allah. Dia mengajak keluarganya dan kita semua untuk melaksanakan shalat tobat di rumah masing-masing. Memohon ampunan Allah atas semua dosa-dosa kita. Semoga Allah mengampuni dosa kita dan mengijabah doa-doa kita. 

            Bersedih secukupnya, gembira pun seperlunya. Tetap berada di pertengahan. Allahu musta’an. Aamiin…