“Loh kok cemberut sih? Kan nilai Zahra
bagus. Mama nggak marah kok, Zahra nggak rangking satu.” ujar Mama sambil
menatap Zahra dengan lembut.
“Tapi, aku kesal Ma, kenapa Mira bisa rangking satu terus.
Aku kan juga ingin rangking satu,” gerutu Zahra.
“Sayang, mama senang, Zahra rajin dan suka berkompetisi. Tapi
Zahra harus ingat, hanya Allah yang memutuskan siapa yang mendapat nilai
tertinggi. Jadi, lebih baik kita bersyukur karena Zahra berhasil mendapatkan
rangking dua,” jelas mama.
Zahra diam. Dia masih belum bisa menerima nilainya yang
hanya beda satu poin dari nilai Mira. Zahra penasaran, dengan nilai Mira yang
lebih tinggi dari nilainya. Dia ingin bertanya pada Mira, tapi rasa malu akan
ditertawakan Mira, membuat Zahra mengurungkan niatnya.
“Mama bantu Zahra dong…” pinta Zahra ketika tiba-tiba
sebuah ide melintas di kepalanya.
“Bantu apa sayang?”
“Mama, tanya ke mama
Mira, nilai apa yang lebih tinggi dari nilai Zahra.”
“Oh itu. Kenapa nggak Zahra saja yang langsung bertanya?”
goda Mama.
“Zahra malu Ma.”
“Baiklah, sebenarnya Mama ingin Zahra saja yang bertanya
langsung pada Mira. Jadi Zahra bisa tahu kekurangan Zahra di mana. Tapi kalau
Zahra malu, mama akan bantu Zahra,” janji Mama. Zahra mengangguk senang. Mama
pun lalu menelepon Mama Mira. Zahra berusaha menguping pembicaraan mereka.
Sepuluh menit mama berbicara di telepon bersama mama
Mira, tapi Zahra belum mendengar mata pelajaran tertentu yang mereka bicarakan
“Aduh, Mama ini! Bukannya Tanya pelajaran Mira yang
nilainya tinggi, malah ngobrol,” gerutu Zahra.
Beberapa menit berlalu, Mama masih saja mengobrol di
telepon bersama mama Mira. Kekesalannya menumpuk.
Zahra bangkit dari duduknya. Dia mencolek mama sambil
melotot. Mama tersenyum, lalu mengakhiri percakapan teleponnya dengan mama
Mira.
“Gimana Ma?” Tanya Zahra penasaran.
“Mama Mira bilang, suruh Zahra sendiri saja yang melihat
rapor Mira. Soalnya beliau nggak hapal semua nilai Mira,” ujar Mama tersenyum.
“Ya ampun Mama… nggak mungkinlah Zahra ke sana,” sahut
Zahra lemas.
“Ya sudah, kalau gitu Mama temani Zahra ke sana deh. Bawa
rapor Zahra sekalian,” putus mama. Walau kesal, Zahra menurut. Rumah Mira hanya
berjarak satu blok dari rumahnya. Zahra dan Mama sampai di rumah Zahra sepuluh
menit kemudian.
Sayup-sayup terdengar di depan rumah Mira suara Mira
sedang membaca AlQuran. Zahra memandang Mama.
“Nanti aja deh Ma, Mira lagi ngaji kayaknya,” ucap Zahra
menahan langkahnya. Sayangnya Mama sudah memencet bel rumah Mira. Tak lama mama
Mira keluar rumah.
“Eee ada Zahra, ayo masuk,” ajak Mama Mira sambil membuka
pintu. Zahra pun masuk diiringi Mama.
“Mira, ada Zahra nih,” panggil Mama Mira.
“Shadaqallahul azhiim..,” Mira menutup Syaamil Quran-nya.
Mama Mira memberikan rapor Mira pada Zahra.
“Makasih tante,” ucap Zahra malu-malu. Lalu dia membuka
rapornya dan rapor Mira. Matanya menyusuri satu persatu nilai Mira sambil
membandingkan dengan nilainya.
“Oh, ternyata nilai tahfizd Mira yang lebih tinggi dari
nilaiku!” gumam Zahra.
“Mungkin karena aku sering membaca AlQuran, jadi nilai
tahfidzku lebih tinggi dari nilaimu,” ujar Mira tersenyum. “Kamu pasti juga
bisa mendapatkan nilai lebih tinggi, kalau sering-sering mengulang hafalan
AlQuran.”
“Makasih ya Mira. Aku jadi malu, sudah iri padamu. Harusnya
aku lebih rajin lagi membaca AlQuran,” ucap Zahra lirih. []
FF 499 kata.
semoga makin rajin membaca al qurannya :)
ReplyDeleteaamiin.. makasih mbak Lidya. :)
Delete