“Ayo Apa antar ke rumah ibuk guru yang akan mengajarkanmu mengaji dengan irama,” ajak Apa, ayahku suatu hari. Saat itu aku masih berusia dua belas tahun. Aku menurut. Karena memang aku ingin sekali bisa membaca Al Quran dengan langgam irama yang sering dibacakan oleh qori dan qoriah di acara MTQ.
Saat Ama masih hidup, hanya suara beliau membaca Al Quran dengan irama itu yang masih bisa kuingat. Aku bahkan tak mengingat sama sekali wajah beliau. Dulu beliau sering mengajakku ke TPA. Beliau mengajar anak-anak sedangkan aku boleh main di sekitar anak-anak itu. Usiaku sekitar 4 tahun waktu itu.
Jadi hanya itu yang kuingat dari Ama yarhamuhallah. Aku juga tak begitu paham ketika beliau sakit dan wafat.
Aku baru paham bahwa Amaku sudah tidak ada ketika aku dan adik-adikku harus melakukan segala sesuatunya sendiri. Tak ada lagi bermain di TPA. Kami juga pindah dari rumah tempat biasa kami tinggal.
Hal itulah yang membuat aku jadi selalu mengingat dan mengenang suara Ama ketika beliau mengajar mengaji. Karena hal itu juga aku jadi ingin seperti beliau. Mempunyai suara yang merdu saat melantunkan bacaan Al Quran.
Bersyukur Apa juga berpikiran sama denganku. Aku sudah disuruh belajar membaca Al Quran sejak SD. Setelah lancar membaca membaca Al Quran, Apa menyarankanku untuk ikut lomba MTQ.
“Tak mengapa tak menang. Yang penting epi ikut dan berani membaca Al Quran di depan banyak orang,” demikian cara Apa menyemangatiku. Awalnya tentu saja aku gugup saat mengikuti lomba tersebut. Tapi lama-lama rasa gugupku sedikit berkurang.
“Jika ingin lebih bagus lagi irama dan tajwid bacaan Al Qurannya, Epi harus belajar lagi ke guru khusus,” saran Apa waktu itu.
Nah di sinilah aku sekarang. Menunggu di ruang tamu sebuah rumah berukuran kecil. Tadi Apa mengantarku sampai di depan rumah tersebut. Rumah seorang ustadzah yang menjadi juri lomba MTQ tingkat kota. Aku tak tahu bagaimana Apa mengenal beliau. Kenapa ustadzah itu mau menerimaku sebagai murid beliau. Aku juga tak paham berapa uang yang harus diabayar Apa untuk menggaji guru privat ini.
Tapi yang aku tahu, sejak saat itu aku datang ke rumah ustadzah sekali sepekan.
Aku lupa nama beliau. Saat ini aku hanya mengingat suaranya sama seperti aku mengingat suara Ama. Ustadzah itu mengajariku irama Bayati di beberapa surat Al Quran. Irama itu yang kuulangi berkali-kali di ayat yang sama agar aku terbiasa dengan alunannya.
“Jika epi sudah hapal alunan nadanya, insyaallah akan mudah menerapkannya di ayat lain,” begitu ucap ustadzah itu ketika kutanya kenapa ayat itu terus yang diulang-ulang. Aku bahkan hapal dengan ayat itu hingga saat ini.
Semoga Allah memberkahi ilmu ustadzah itu untukku. Semoga Allah memberkahi Ama dan Apa yang sudah mengajariku cinta Al Quran. Aku memohon pada Allah, agar Allah memudahkanku untuk menghapal Al Quran walau usiaku sudah tidak muda lagi. Semoga Allah mampukan dan mudahkan Al Quran menetap dalam ingatanku sebanyak 30 juz. Aamiin…
1 Desember 2021
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. ^_^