Hidup di Tengah Pengasingan
Fatimah, sang permata hati pun lahir dengan selamat. Dia langsung menyusu pada ibunya. Karena penduduk Quraisy masih mengucilkan mereka, makaFatimah hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Makanan yang dimakannya tidak sebaik seharusnya.
“Sabarlah wahai anakku. Walau pun kamu hidup dalam kondisi sangat memprihatinkan seperti ini, tapi yakinlah, Allah akan selalu bersama kita,” demikian ucapan ayahanda tercinta pada putrinya yang masih kecil. Fatimah tentu saja tidak mengerti dengan keadaan keluarga mereka. Tapi yang dia tahu, kedua orangtuanya sangat menyayanginya. Walau dia hanya bisa makan sekali sehari, tapi dia senang mendapat limpahan kasih sayang dari ayah dan ibunya tercinta.
Selama tiga tahun Fatimah kecil mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan karena pemboikotan. Untungnya setelah itu, pemboikotan mereka berakhir. Rasulullah dan keluarganya kembali ke rumah mereka. Mereka kembali menata hidup dan melanjutkan aktivitas seperti biasa. Kembali berdagang, berternak dan melanjutkan pekerjaan mereka.
Walau terkadang, Rasululullah masih mendapatkan perlakuan kasar dari masyarakat Quraisy, tapi beliau tetap tabah. Fatimah kecil juga mulai merasakan nikmatnya menjalani hidup seperti orang normal. Dia bersyukur bisa makan lebih banyak dari sebelumnya.
Ibunda Meninggal
Baru saja merasakan nikmatnya menjadi orang yang bebas, kesedihan kembali menghampiri Fatimah kecil. Ketika usianya lima tahun, Ibunda tercinta kembali menghadap Allah. Innalillahi wa inna ilaihi raajiun. Ibunda yang menyayangi dan selalu memeluknya itu meninggalkan keluarga mereka untuk selamanya.
“Ayah, di mana ibuku?” tanya Fatimah ketika dia tidak melihat ibunya di rumah. Fatimah memegang tangan ayahnya dan menatap ayah dengan tatapan sedih. Dia sangat merindukan ibunya. Ayahnya pun menangis. Tak tahan melihat kesedihan anaknya. Kerongkongan hamba yang paling mulia itu tercekat. Apa yang harus dikatakannya pada gadis kecilnya.
Allah yang Maha Penyayang segera mengutus Malaikat Jibril untuk membantu menjawab pertanyaan Fatimah.
“Wahai Muhammad. Tuhanmu memintamu menyampaikan salam-Nya pada Fatimah. Katakanlah padanya bahwa sesungguhnya ibumu sedang berada di sebuah rumah yang terbuat dari zambrud. Di mana tidak ada rasa letih dan lelah di sana,” ujar Jibril.
Ayah yang mulia itu pun segera menyampaikan hal itu pada putrinya. Sang putri yang cerdas ini tersenyum. Dia sangat menyayangi Allah, tuhannya. Sebagaimana ibunya juga menyayangi Allah. Jika Allah menyampaikan salam padanya, dan mengatakan bahwa ibunya sudah tenang di rumah yang sangat indah dan tanpa ada keletihan lagi, tentunya dia sangat senang mendengarnya.
Allah memberikan kekuatan dan kecerdasan luar biasa pada Fatimah. Setelah ibunda dan kakeknya Abu Thalib meninggal, Fatimah mengambil alih pekerjaan mereka. Fatimah menjaga dan merawat ayahnya walau usianya masih sangat belia. Fatimah tumbuh menjadi gadis kecil yang pemberani.
“Ayah, Engkau harus lebih berhati-hati ketika berada di luar rumah. Aku mendengar mereka ingin membunuhmu jika mereka bertemu denganmu,” ujar Fatimah pada ayahnya. Fatimah baru mendengar beberapa orang sedang berbicara dan merencanakan perbuatan keji itu pada ayahnya.
“Tentu anakku. Ayahmu pasti akan mendengarkan saranmu. Allah akan selalu menjaga kita,” sahut Rasulullah sambil mencium kening Fatimah. Hal itu memang selalu dilakukan Rasulullah sebelum Fatimah tidur. Setelah mendapatkan kecupan selamat tidur itu, Fatimah baru bisa tidur nyenyak.
Di hari lain, dia melihat sekelompok kafir Quraisy mengganggu ayahnya yang sedang shalat. Mereka meletakkan kotoran binatang dan tanah di atas kepala ayahnya. Fatimah, marah melihat hal itu. Dia buru-buru mengampiri ayahnya. Dengan tangannya yang lembut, Fatimah membersihkan kotoran yang menempel di kepala ayahnya tercinta.
“Kalian bukanlah manusia. Kalian berani mengganggu ayahku saat beliau sedang beribadah. Jika kalian berani, ayo lawan aku!” bentak Fatimah kecil pada orang-orang dewasa itu. Fatimah tidak bisa menerima ayahnya diperlakukan buruk seperti itu. Dia tumbuh menjadi anakyang pemberani.
Karena bertambah beratnya tekanan terhadap Rasulullah dan kaum muslim di Makah, maka Allah memerintahkan kepada beliau untuk hijrah ke Madinah. Fatimah yang sudah berusia delapan tahun ikut hijrah bersama beliau. Mereka berharap, di Madinah, mereka bisa hidup lebih tenang. Bersambung di sini
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. ^_^