Lima belas tahun
yang lalu, atau tepatnya usiaku 21 tahun, aku masih berkutat dengan ujian akhir
Sekolah Perawat Kesehatan. Aku memang telat masuk sekolah itu. Seharusnya tamat
SMP bisa langsung masuk Sekolah Perawat Kesehatan, tapi bapak memintaku beralih
ke sekolah tersebut setelah duduk di kelas 2 SMA. Walau berat, karena harus
mengulang dari awal, akhirnya aku menerima keinginan bapak itu.
Alasan
beliau agar suatu hari nanti aku bisa merawat beliau yang punya penyakit asma.
Sebagai seorang anak aku sangat memaklumi keinginan bapakku itu. Tahun 1993,
aku menjadi murid di sekolah perawat. Aku menjalani hari-hari menyenangkan,
menyebalkan dan menyedihkan di sekolah itu.
Semua itu
terbayar setelah aku bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Bekasi. Setahun
setelah bekerja, aku menikah dan setahun kemudian aku melahirkan seorang putri.
Resign dan Menjadi Ibu Rumah Tangga
Akhirnya
keputusan terberat itupun aku ambil. Keputusan untuk resign dari pekerjaanku
adalah pilihan yang tepat. Karena kasihan anak kami kalau kedua orang tuanya
bekerja, aku tidak bisa membawanya ke tempat kerjaku. Tidak ada tempat
penitipan anak di sana. Aku yakin Allah memilih jalan ini untukku. Keputusan
ini juga aku serahkan pada-Nya melalu shalat malamku. Semakin hari, hatiku
semakin yakin dan kuat untuk resign.
Tepat 4 tahun
aku bekerja di RS itu, akupun mengajukan surat pengunduran diri. Tidak ada
pesangon yang aku dapat, hanya uang koperasi simpananku selama bekerja di RS
itu. Selanjutnya aku menjalani hari-hariku bersama putriku di rumah.
Memilih menjadi
ibu rumah tangga sejati, ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan
kesibukan di rumah sakit, sehingga ketika pekerjaan rumah selesai, aku bingung
mau melakukan apa. Putri kecilku sedang tidur. Untunglah suami membelikan
buku-buku. Aku memang suka membaca. Sayangnya buku itu cepat sekali aku lahap.
Aku bukan tipe orang yang suka membaca satu buku berulang kali. Akhirnya rasa
bosan dan suntuk menyerangku.
Aku tidak ingin
terlarut dalam kebosanan itu. Ketika putriku tidur, aku menuliskan keluhanku di
komputer. Ternyata sangat mengasyikkan merangkai kata dalam komputer itu. Aku
jadi berpikir, kenapa aku tidak mencoba utuk menulis sebuah cerita. Akupun
mulai membuat sebuah cerita, ketika cerita itu kubaca ulang, sepertinya aku
tidak puas dengan isinya. Pernah juga aku membuatcerita untuk putriku. Aku
membacakan cerita itu untuknya.
Hingga suatu
hari di awal tahun 2005, suami membawakan majalah Ummi untukku. Seperti
biasanya, beliau selalu membelikan majalah itu setiap bulan. Aku membaca sebuah
iklan di majalah itu. Iklan mengenai pelatihan menulis cerita anak yang
diadakan di Majalah Ummi. Aku tertarik dan minta ijin kepada suami untuk
mengikuti pelatihan itu. untungnya suamiku mengijinkan. Dengan membawa kedua
anak kami, aku mengikuti pelatihan itu setiap hari sabtu selama 4 kali
pertemuan.
Setelah
pelatihan itu, aku semakin suka dan mencintai dunia ini. Aku mulai menulis dan
menulis. Tak peduli tulisanku bagus atau jelek, aku terus menulis di sela
kesibukanku mengurus rumah tangga. Aku mencoba mengirimkan tulisan itu ke
media. Ke Kompas Anak, ke koran daerah, bahkan ke Majalah Ummi juga. Waktu itu
aku belum mengenal internet. Jadi semuanya kukirim via pos. Entah sudah berapa
puluh tulisanku yang dikembalikan Kompas Anak. Meskipun kecewa, aku tetap
menulis, karena aku ingat sebuah pesan dari mentorku ketika di Majalah Ummi
dulu, bahwa semakin sering kita menulis, semakin bagus tulisan kita.
Up - Down Menjadi Penulis
Hingga kabar
baik itu aku terima, awal tahun 2006 sebuah naskahku tentang Tips Agar Tidak
Gonta Ganti Pembantu diterbitkan sebuah penerbit. Memang bukan penerbit besar,
karena aku mengenal pimpinannya melalui seorang kerabat. Tapi hal ini semakin
membuatku bersemangat menulis.
Aku mulai
mengirimkan tulisan berupa novel anak kepada penerbit Zikrul. Cukup lama
mengunggu, hingga akhirnya ketika kutanyakan kabar naskahku , mereka bersedia
menerbitkan tulisan itu dengan beberapa revisi. Tak terbayangkan senangnya
hatiku menerima kabar itu. Tentu saja aku bersedia merevisi naskahku.
Alhamdulillah, Juli
2006 novel anak pertamaku terbit. Tahun berikutnya seri ke dua novel anak
itupun diterbitkan penerbit yang sama. Tak terkira syukurku pada Allah. Ketika
itu editor memintaku untuk membuat seri ke tiganya. Setelah aku menyelesaikan
tulisan itu, ternyata editorku tidak bekerja di penerbit itu lagi. Tulisanku
terkatung-katung hingga 2 tahun di penerbit itu. Setiap kali aku bertanya,
setiap kali itu jawabannya disuruh menunggu saja. Aku menjadi down, apalagi
cerpenku yang kukirim ke media anak, selalu dikembalikan.
Aku memutuskan
untuk rehat sejenak dari menulis, mungkin aku perlu merecharge isi kepala dan
pikiranku.
Menjadi Guru TPA dan Kembali Menulis
Ketika
memutuskan rehat itu, seorang sahabat mengajakku mengajar murid-murid TPA di
Masjid dekat rumah. Aku bersedia. Selama 2 tahun aku mengajar, hingga aku
benar-benar melupakan menulis karena kesibukanku sebagai ibu rumah tangga
ditambah dengang mengajar di TPA. Hanya sesekali saja aku menulis di blog,
karena aku mulai mengenal blog waktu itu. Tahun 2010 Allah mengaruniakan lagi
kepada keluarga kami seorang bayi.
Aku berhenti
mengajar. Sama seperti dulu, setelah anak-anak sekolah dan bayiku tidur, aku
bingung mau melakukan apa, akhirnya aku kembali menulis. Kerinduan melihat
namaku di sebuah buku kembali mengusik. Aku mencoba mencari tahu milis-milis
penulisan, karena aku sudah punya email sekarang. Dari google aku menemukan
beberapa blog penulis cerita anak.
Aku mencoba
berkenalan dengan mereka melalui akun Facebook. Alhamdulillah sejak saat itu
aku mulai kembali mengikuti latihan atau workshop menulis. Untungnya suamiku
mengijinkan. Aku membawa serta ketiga anakku untuk mengikuti sebuah pelatihan
menulis waktu itu. Alhamdulillah satu persatu tulisanku mulai bermunculan.
Ada namaku
terpampang disebuah novel anak yang aku buat diterbitkan oleh Dar Mizan. Lalu
ada namaku juga di harian Republika pada sebuah naskah parenting.
Alhamdulillah... pencapaian ini tidak akan terjadi tanpa seizin-Nya. Aku juga
mulai berkenalan dengan penulis senior lainnya. Dari mereka aku mendapatkan
ilmu menulis dan tentunya kesempatan untuk menulis bersama seperti sekarang ini.
Allah berkenan
menuntunku untuk bertemu dan mengenal teman-teman penulis. Baik itu penulis
senior maupun penulis pemula. Dari mereka semangat itu selalu menyala.
Aku Kini dan Nanti
Saat ini aku
menganggap Allah sudah menentukan jalanku dengan Maha Bijak. Setelah tidak
bekerja sebagai perawat, rejeki keluarga kami semakin bertambah. Padahal aku
berpikir waktu itu bagaimana cara membayar cicilan rumah yang sedang kami
ambil. Tapi ternyata Allah memberikan nikmatNya dari arah yang tidak terduga.
Ketika suami dan
aku ikhlas mengambil keputusan untuk resign dari pekerjaanku, Allah memberikan
kenaikan pangkat bagi suamiku. Gaji suami bertambah, rumah kamipun bisa segera
kami lunasi. Apalagi setelah itu ada pendapatan tambahan bagi suami atas kerja
kerasnya. Sehingga kami bisa memiliki kendaraan untuk menunjang kegiatan kami.
Aku yakin semua
itu tidak lepas dari keikhlasan kami menjalankan hidup ini. Jangan berpikir
kami tidak pernah sakit. Aku mengalami bedrest disaat hamil anak ke dua dan ke
tiga hingga saat melahirkan. Apalagi waktu itu aku harus mencari orang yang mau
menyumbangkan darahnya untukku. Aku mengalami perdarahan ketika melahirkan anak
ke tiga. Demikian juga dengan suami, beliau juga pernah dirawat karena sakit
cacar air yang lumayan parah, yang membuat migren hebat menyerangnya.
Hal ini juga
menimpa anak-anak. Syifa putri pertama kami terserang alergi berupa biduran di
badannya. Hikmal yang diserang penyakit asma dan pernah dirawat karena penyakit
itu. dan si kecil Hauzan yang juga terpaksa dirawat ketika dia masih berumur 16
bulan karena muntaber.
Semua ini adalah
proses hidup yang mendewasakan kami. Kami menjalaninya dengan segala
keikhlasan. Dan Allahlah yang menentukan layakkah kami menuju tingkat
selanjutnya. Semoga saja aku, suami dan anak-anakku bisa semakin mengerti makna
hidup yang diberikan Allah kepada kami.
Allah sudah mengabulkan cita-citaku menjadi penulis. Alhamdulillah setelah kembali menekuni dunia kepenulisan, beberapa bulan setelah Hauzan lahir, beberapa bulan kemudian naskah-naskah yang kukirim ke beberapa penerbit mulai menemukan jodohnya. Aku juga kembali mengasah kemampuan menulisku dengan mengikuti workshop menulis bersama Mas Benny Rhamdani, MAs Ali Muakhir, Kang Dadan Ramadhan dan beberapa workshop menulis online lainnya.
Satu hal yang
masih menjadi impian terbesarku sebagi seorang hamba yaitu ingin bertamu ke
baitullah di Makkah. Aku ingin agar bisa mengajak bapakku untuk menunaikan rukun
islam yang ke lima itu. Sedikit demi sedikit fee yang aku dapatkan dari
menulis, kusimpan untuk mewujudkan cita-citaku ini. Semoga Allah memudahkan
semuanya.
Ke depan aku
akan terus menulis setidaknya satu halaman sehari. Pengalaman mengajar
anak-anak di TPA beberapa tahun yang lalu, saat ini aku gunakan untuk
mengajarkan menulis bagi anak-anak di beberapa sekolah yang memintaku untuk memberikan pelatihan menulis bagi murid mereka. Alhamdulillah aku juga ditawarkan untuk menjadi
guru ekskul menulis bagi murid SDIT AlMuchtar, Bekasi pada bulan maret 2012 hingga
sekarang. Insyaallah aku akan mempersiapkannya semaksimal mungkin, agar ilmu
ini bisa mengalir hingga Allah mencatatnya sebagai ibadah. [NS]
prosesnya panjang ya, mba. alhamdulillah membuahkan hasil kesabaran. barakallah, mba nelfi ^_^
ReplyDeleteAlhamdulillah Mbak Ila, begitulah. Aamiin... makasih doanya ya. ^_^
Deletewahhh, perjalanan panjang ya mba. Tapi kesabaran selalu berbuah manis ya mba :)
ReplyDeleteIya Mbak Irma. Tak ada yang sia-sia dari sebuah kesabaran. ^_^
Deletewah,jadi ingin menulis juga
ReplyDeleteayo nulis Mas Wonogiren. Setidaknya nulis di blog. ^_^
Deletehehe iya mbak,lagi belajar menjadi penulis.kunjugi blog saya mbak,wonogirenhijaublogspot.com.tinggalkan jejak mbak bias mudah silaturahmi
ReplyDelete