Beberapa minggu yang lalu saya
BBM-an dengan seorang teman. Sebut saja namanya Nayla. “Asyik ya sekarang kamu
sudah jadi seleb,” demikian pesan yang mmpir di chat box Blackberry saya.
Dengan sedikit bingung, saya membalasnya dengan pertanyaan lagi. “Seleb?
Maksudnya apa?”
Setelah itu pembicaraan kami
berlanjut. Ternyata menurutnya saya sekarang berbeda dengan saya yang dulu.
Sekarang saya sudah menghasilkan banyak tulisan berupa buku dan artikel atau
cerpen yang dimuat di media cetak. Padahal dulu saya adalah seoang perawat yang
mungkin tidak akan dikenal siapapun. Namun sekarang saya sudah dikenal banyak
orang karena tulisan saya. Demikian teman itu memberi penjelasan.
Saya hanya bersyukur atas doanya
itu. Sejauh ini saya tidak merasa menjadi seleb seperti yang dia katakan. Saya
kembali merenung, di usia aya yang hampir memasuki kepala 4 ini, ternyata
banyak yang sudah saya raih.
Saya sudah berhasil menjadi
penulis, yang mungkin 10 tahun yang lalu tidk pernah saya pikirkan.
Alhamdulillah keluarga kecil saya juga sudah mempunyai rumah dan kendaraan roda
empat untuk menunjang aktifitas kami. Dan sekali lagi sepuluh tahun yang lalu
saya dan suami tidak pernah mebayangkan akan mendapatkannya.
Hasil renungan saya, ternyata apa
yang saya dapatkn ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Kami bekerja
keras untuk itu.
Terperangkap Dalam Pelukan Sakit Maag
Saya akhirnya bercerita pada teman
saya itu alasan saya menjadi penulis. Salah satu alasannya adalah saya
menderita sakit maag kronis. Sakit ini saya dapatkan ketika saya hamil anak ke
3. Mungkin sebelumnya sakit ini pernah ada, sayangnya saya tidak
mempedulikannya. Tapi akibatnya sekarang sakit itu membuat saya sering
mengalami pusing seperti vertigo. Kadang ada rasa nyeri di dada sebelah kiri.
Ketika hal ini saya konsultasikan kepada dokter, beliau mengatakan bahwa itu
hanya efek dari asam lambung yang cukup tinggi. Saya bersyukur tidak ada
kelainan pada jantung saya. Dokter menyarankan agar saya makan teratru dan
tidak mengkonsumsi makanan pedas, asam dan yang mengandung gas.
Semua saran dokter itu sudah saya
jalankan. Penyakit itu sudah jauh berkurang walau sesekali datang menyerang.
Hanya saja vertigo dan nyeri dada yang saya rasakan masih lumayan sering
menghampiri. Ketika itu terjadi ketakutan akan kematian menggerayangi pikiran
say. Saat itu saya banyak-banyak beristighfar agar Allah melenyapkan pikiran an
rasa takut itu dari dalam pikiran saya.
Suatu kali saya membaca tulisan
tentang menulis sebagai sebuah therapi untuk berbagai penyakit. Timbul
pertanyaan dalam pikiran saya. Saya kan seorang penulis? Kenapa saya tidak
merasakan jika menulis itu adalah obat bagi penyakit saya? Sayapun mencoba
mencari jawabannya di internet. Ternyata menulis yang menjadi therapi itu
adalah ketika kita mengeluarkan ide dan pikiran yang membuat kita senang.
Dalam artikel itu saya temukan,
ketika rasa senang itu kita rasakan, maka rasa sakit. Intinya semakin kita
senang dengan kegiatan menulis semakin cepat kita sembuh dari penyakt kita.
Sama seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, bahwa bersedekah itu akan
menyembuhkan penyakit. Karena rasa senang dan ikhlas berbagi itulah yang membuat
hormon endorphrine dalam tubuh meningkat dan menekan semua rasa sakit yang
akhirnya membuat seseorang menjadi sehat.
Hal ini yang saya sampaikan kepada
teman saya itu, salah satu alasan saya
menulis adalah untuk mengobati penyakit saya. Sebelumnya penyakit ini tidak
separah ini karena saya menulis, setelah saya berhenti menulis sememntara waktu
karena down dengan tulisan saya yang tak kunjung diterbitkan, akhirnya penyakit
ini muncul. Sekarang saya mengobati penyakit ini lagi dengan hal yang sama,
yaitu menulis. Alhamdulillah penyakit ini semakin hari semakin berkurang.
Tadinya sekali seminggu saya harus meminum obat maag, sekarang saya tidak perlu
lagi meminum obat maag. Saya cukup beristighfar dan tenang ketika vertigo
menyerang, lalu saya menulis dan hasilnya vertigo itu pergi begitu saja.
Tentunya saya tetap menjaga pola
makan dan selalu mengkonsumsi madu tiap pagi. Kadang jika masuk angin atau
kecapaian, dan flu menyerang saya menjadikan madu sebagai obatnya. Saya lebih
suka mengkonsumsi herbal daripada minum obat kimia. Sepotong jahe dan segenggam
ketumbar saya rebus dalam dua gelas air, setalah matang dan menyisakan segelas
air, saya saring dan saya minum dengan menambahkan sedikit madu. Herbal ini
ampuh menghilangkan flu saya.
Ibadah Adalah Kunci Utama
Sebagai seorang hamba,
Alhamdulillah Allah berkenan menjaga saya untuk selalu ingat denganNya.
Semaksimal mungkin saya menambah rutinitas ibadah yang biasa saya lakukan.
Mungkin memang belum seperti para ustaz maupun ustazah, tapi setidaknya saya
sudah mulai mengejar ketertinggalan itu. Saya berusaha melakukan shalat dhuha
dan membaca alqur’an setiap hari. Sebenarnya saya juga berharap agar bisa
shalat tahajud setiap malam.
Tapi ternyata hal ini yang masih menjadi sebuah PR
bagi saya. Ada saja gangguan ketika hendak bangun di sepertiga malam terakhir
itu. entah bayi saya yang hendak meminta Asi, atau saya sudah terbangun tapi
malah menarik selimut kembali karena masih mengantuk. Hasilnya saya terbangun
sesaat sebelum azan subuh, waktu untuk shalat tahajud sudah berlalu. Kalau saya
beralasan bisa saja saya mengatakan bahwa saya terlalu lelah sehingga ketiduran
setelah mengerjakan pekerjaan rumah
tangga sambil merawat 3 anak. Tapi alasan itu tidak bisa saya gunakan. Bukankah
Allah sudah memberikan waktu yang cukup luas bagi saya? Saya berharap ke depan
saya bisa melaksanakan shalat tahajud setiap malam, tanpa embel-embel alasan yang
saya buat sendiri.
Berzikir dan membaca alqur’an juga
saya lakukan ketika sakit maag atau flu menyerang saya. Alhamdulillah penyakit
itu cepat pergi ketika hal ini rutin saya lakukan. Saya pikir mungkin karena
rasa nikmat dari berzikir itu yang membuat penyakit itu bisa menghilang. Dan
saya sering membaca dan mendengar berita bahwa metode zikir sudah menjadi salah
satu therapi untuk pengobatan. Air putih yang didoakan dengan menyebut nama
Allah yang mulia, bisa menjadi obat bagi orang yang sakit. Subhanallah!
Cita-cita Yang Ingin Dicapai
Ada beberapa keinginan dan target
tahunan yang saya tulis dalam agenda hidup saya. Antara lain saya ingin menulis
paling tidak 4 novel setahun. Lalu membuat berpuluh cerpen anak yang akan saya
kirim ke media salah satunya Bobo. Saya sangat ingin tulisan saya dimuat di
majalah anak yang menemani saya semenjak saya kecil itu. Harapan terbesar saya
adalah berhaji ke tanah suci bersama bapak, suami dan kalau bisa bersama
anak-anak. Keinginan saya juga menuntaskan hafalan Alqur’an. Terkadang saya
malu melihat anak-anak yang sudah hafal juz 30 sementara saya baru hafal setengahnya.
Menulis itu menyembuhkan. Setuju, Mbak Nelfi. :)
ReplyDeletekadang semua penyakit tak terasa ketika sedang menulis ya Umi Haya. ^_^
Delete