“Bu, makan yuk.. Keni suapin ya..,” aku menyuapkan sesendok nasi kemulutnya. Sore itu sudah jam enam , saatnya makan malam bagi mereka yang menginap disini. Dia menatapku, membuka mulutnya dan hap, nasi dan lauknya itu telah berpindah ke mulutnya. Dia selalu begitu, tidak susah memintanya untuk melakukan sesuatu. Dia akan melakukan apa saja yang kita inginkan. Dia tidak pernah mogok atau marah walau sekalipun. Dia benar-benar sangat penurut.
Aku sudah seperti warga yang sama di sini. Aku menginap disini, di sisi ibuku, hanya jika sekolah saja aku keluar dari tempat ini. Sepulang sekolah aku kembali ke sini. Sudah sejak lima tahun yang lalu aku melakukannya. Tapi Ibuku masih seperti yang dulu. Beliau masih diam, tidak pernah bicara. Aktifitas beliau hanyalah mandi dan selanjutnya akan duduk termenung dengan pandangan kosong.
Saat ini aku mencoba lagi mengajarkan beliau untuk shalat. Hal ini yang sudah lama di tinggalkannya. Aku juga baru bisa melaksanakan ibadah ini dengan keikhlasan semenjak aku bersekolah di sekolahku sekarang. Saat ini aku sudah di kelas 1 SMU.
“Kau harus menyayangi ibumu lebih dari apapun Keni, Kau harus menerima keadaan ibumu yang seperti ini. Ibumu mengandungmu dengan susah payah, Ia kehilangan semuanya, setelah dipaksa memberikan kehormatannya kepada pacarnya, sewaktu mereka merayakan valentine. Ibumu yang masih lugu harus kehilangan masa depannya.
Ia tidak bisa menerimanya. Ditambah lagi beberapa bulan setelah itu, Ia terpaksa berhenti kuliah, karena Ia mengetahui bahwa ternyata dirinya hamil, ketika hal itu di sampaikan kepada pacarnya, lelaki yang tak bertanggung jawab itu malah menuduhnya sudah berselingkuh. Lelaki jahanam itu pergi meninggalkannya begitu saja, sejak itu Ibumu murung dan tak pernah mau bicara lagi.
Tapi eyang berhasil meyakinkannya untuk tidak menggugurkan janinnya. Karena Eyang tidak mau Ibumu melakukan dosa yang lebih besar lagi. Ibumu bertobat dan minta ampun kepada Allah, dan Ia mau menjaga kehamilannya. Keni sayang, hanya dirimu yang Eyang harapkan untuk membantu mengembalikan keceriaan ibumu yang telah hilang. Saat ini Eyang hanya bisa berdoa, dan meminta kepada Allah agar ibumu kembali seperti dulu lagi,” demikian cerita Eyang beberapa tahun lalu kepadaku.
Saat itu aku bertanya di mana ibuku, beliau membawaku ke sini, ke Rumah Sakit Jiwa.
“Sudah maghrib Bu.. kita masuk kekamar yuk,” aku menuntun Ibu ke kamar.
“Kita shalat berjamaah ya Bu, Keni bantu ibu untuk wudhu,” aku membasuh telapak tanganya. Selanjutnya aku membantu ibu berwudhu. Beliau diam, tapi tidak menolak yang aku lakukan untuknya. Aku pakaikan mukenah untuk menutupi auratnya sebelum kami menunaikan shalat.
“Ibu ikuti Keni ya...” pinta ku sambil berdiri dan bersiap untuk shalat. Yang aku inginkan sekarang adalah mendekatkan ibuku kepada Allah, semoga dengan demikian beliau akan melupakan masalalunya yang sangat kelam itu.
“Allahu Akbar,” aku mulai shalat, semoga ibuku bisa mengikutiku.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” aku menoleh ke kanan dan ke kiri mengakhiri shalatku. Sesaat aku dengar suara tangisan ibuku. Aku segera berbalik. Aku melihat beliau sujud sambil menangis. Subhanallah.. aku segera memeluk ibuku. Beliau menatapku seraya berkata,” sayang maafkan ibu...”
Kalimat pertama yang kudengar dari mulut ibuku. Terima kasih ya Allah...
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. ^_^