Sore itu, saya baru saja selesai memasak untuk makan malam kami sekeluarga. Seperti biasa, setelah pekerjaan rumah beres, saya mengecek blackberry guna melihat barangkali ada pesan yang perlu saya jawab. Ternyata benar, WhatsApp saya terlihat ada notif. buru-buru saya buka WA. lalu saya baca pesan yang ternyata dari salah satu editor buku yang saya tulis.
Dalam pesannya, Kang Rama (editor saya) mengucapkan selamat atas terpilihnya buku saya sebagai peraih penghargaan buku islam terbaik kategori buku fiksi anak di Islamic Book Fair 2014. Tak terbendung air mata saya. Kaget, tak percaya dan senang bercampur aduk dalam hati.
Saya langsung sujud syukur dan mengucapkan terima kasih atas beritanya. Berulang kali saya membaca kembali pesan itu, karena saya berpikir semoga ini bukan mimpi. Tak lama berselang, notifikasi dari FB saya juga bermunculan. Salah satu grup menulis yang saya ikuti mengucapkan selamat pada saya dan Mbak Sri Widiyastuti yang sudah menulis buku ini. Judulnya DAI Anak Muslim Cerdas. Tangis saya kembali pecah. Ternyata saya tidak bermimpi. Karena kabar ini bukan dari satu orang, tapi dari dua orang editor di penerbit yang sama. Editor senior yang juga guru menulis saya, Mas Benny Rhamdani.
Saya tak henti mengucapkan hamdalah dan bersyukur pada Allah. Saya menjawab semua ucapan selamat itu dengan tangan gemetar. Subhanallah... walhamdulillah... bibir saya tak henti melantunkan kalimat syukur. Silakan mengatakan saya norak dan lebay. Tapi begitulah saya. Saya masih belum percaya sepenuhnya kalau buku saya menjadi buku terbaik yang dipilih oleh para juri dari IKAPI. Siapa yang tidak ingin buku dan karyanya mendapat penghargaan? Bahkan saya pun tidak berani bermimpi untuk itu.
Walau pernah terlintas dalam hati, ketika melihat penghargaan yang didapatkan para guru menulis saya. Kala itu saya bergumam dalam hati, "bagaimana rasanya mendapat penghargaan di dunia literasi seperti mereka ya?" tapi saya tidak melanjutkan lintasan pikiran dan hati itu menjadi sebuah mimpi. Saya hanya berusaha menulis dengan sepenuh hati. Berharap para pembaca buku yang saya tulis mendapatkan hiburan dan manfaat dari membaca buku saya. Hanya itu!
Begitu suami saya pulang dari kantornya, bagai seorang anak kecil yang mendapat mainan baru, saya segera bercerita pada beliau. Awalnya beliau juga nggak percaya. Beliau bertanya tentang cara penjurian buku tersebut. Karena tidak mau dianggap berbohong, saya pun kembali bertanya pada Kang Rama. Kang rama menjelaskan. Bahwa setiap tahun setiap penerbit mengirimkan puluhan hingga ratusan buku yang sudah mereka cetak dalam tahun itu ke IKAPI.
Ikapi memilih juri yang berkompeten dalam keilmuan islam dan perbukuan. Mereka itu terdiri dari para profesional. Lalu mereka membaca semua buku yang masuk ke IKAPI dan menyeleksi buku-buku yang layak menjadi nominasi.
Ada nominasi buku fiksi anak, non fiksi anak, fiksi dewasa, non fiksi dewasa, ilustrasi buku anak, ilustrasi buku dewasa dll. Setelah mendapatkan nominasi, mereka lalu bermusyawarah untuk memilih yang terbaik dari buku-buku terbaik tadi. Mereka bekerja sama dengan beberapa sponsor untuk memberikan award dan hadiah bagi para pemenang. Lalu kang rama mengirim scan undangan yang beliau terima.
Penjelasan kang Rama itu dan scan undangan saya perlihatkan pada suami. Suami pun baru percaya tentang kabar ini. Alhamdulillah... ini artinya, saya diizinkan untuk hadir pada acara IBF Award itu. Tentunya saya akan datang dengan keluarga kecil saya. Karena seperti biasa, kami sekeluarga selalu ke mana pun "sepaket" Saya, suami dan 3 anak. ^_^
Hari yang dinanti pun hampir tiba. Kang Dadan Ramadhan kembali mengirim pesan di WA. Beliau ingin memastikan kehadiran saya pada malam penganugerahan award itu. Tepatnya tanggal 1 maret 2014. Karena harus mengkonfirmasi kehadiran undangan pada panitia IBF. Saya menjawab. "Insyaallah saya datang." Ini momen istimewa dalam kehidupan saya. Saya tidak ingin melewatkan momen ini. Apalagi izin dari suami sudah saya kantongi.
Pagi hari tanggal 1 Maret 2014, Mbak Ani dari panitia IBF menelepon saya. Beliau kembali mengkonfirmasi kehadiran saya pada acara IBF Award. Saya jawab, Insyaallah saya dari rumah selesai shalat zuhur. Khawatir kena macet di jalan. Coba bayangkan! Acaranya baru mulai pukul 19.00 WIB. Tapi karena saking senangnya, kami sekeluarga akan datang lebih awal. ^_^
Sesuai janji, setelah shalat zuhur dan makan siang, kami sekeluarga meluncur menuju Istora Senayan. Suami yang hobi fotografi membawa kamera kesayangannya. Saya, membawa pakaian ganti untuk acara itu nanti, khawatir pakaian saya yang saya kenakan ini basah oleh keringat sebelum acara dimulai. Prediksi suami tentang kemacetan ternyata benar. Dari tol bekasi, masih lancar. Ketika masuk tol dalam kota Jakarta, macet mulai terlihat. Suami memutuskan keluar tol dan lewat jalan biasa. Alhamdulillah ternyata lebih lancar di sini. Paling, hanya berhenti agak lama saat lampu merah menyala.
Pas azan ashar berkumandang, kami baru sampai di istora senayan. Sayangnya parkiran di IBF penuh. Kami terpaksa mencari parkir di luar IBF. Mencari parkir ini memerlukan kesabaran tersendiri. Karena ada Pasar Jongkok Otomotif juga yang sedang digelar tak jauh dari IBF. Jadi agak susah menemukan tempat parkir.
Setelah cukup lama berkeliling mecari tempat parkir, kami pun dapat memarkirkan mobil kami. Lalu kami masuk ke arena IBF untuk menunaikan shalar ashar. Saya bersyukur membawa pakaian ganti. Karena pakaian yang saya kenakan saat ini ternyata sudah basah oleh keringat. Secara kami harus berjalan dari parkiran sejauh 200 meter.
Selesai shalat, kami langsung menuju panggung utama. Ohya, saya mengganti pakaian saya terlebih dahulu di toilet. Lalu saya mencari Mbak Sri, rekan duet saya dalam menulis buku ini. Kami berjanji bertemu di dekat panggung utama. Mbak Sri yang menetap di Malaysia, khusus datang ke Jakarta untuk acara ini. Kami baru sekali bertemu beberapa bulan lalu di Bogor. Saat itu Mbak Sri berlibur di kampung halamannya di Bogor.
Karena ramainya pengunjung, saya kesulitan menemukan mbak sri. saya dan suami memutuskan untuk istirahat sejenak di bangku penonton. Sambil melepas lelah, mata saya memandang panggung yang cukup besar. Saat itu Ahmad Fuadi, salah satu penulis favorit saya, baru saja menaiki panggung dalam acara bedah buku yang ditulisnya bersama penerbit Bentang Pustaka. Tapi saya tidak bisa berlama-lama mendengarkan bedah buku yang sedang berlangsung. Karena membawa Hauzan yang masih 3,5 tahun, saya kudu memperhatikan tingkah pangeran kecil saya ini. Secara, rasa ingin tahunya yang luar biasa, membuat putra bungsu kami itu berlarian naik turun tangga di bangku penonton. Saya terpaksa mengikutinya ke manapun dia berlari.
Pada saat itulah saya melihat dan menyapa Mbak Sri yang sedang asyik membalas pesan lewat hp-nya. Ya ampuuun... padahal tadi saya lewat di depan Mbak Sri, kenapa saya tidak melihat beliau? Kami pun bersalaman dan berpelukan layaknya soulmate yang udah lama nggak ketemu. *halah*
Kami saling bertukar cerita tentang keadaan masing-masing. Sambil menunggu Kang Rama yang masih di jalan, kami memutuskan makan malam dulu, karena sudah pukul setengah enam. Selesai makan, kami shalat maghrib. Selanjutnya kami mengisi daftar hadir di buku tamu undangan IBF Award. setelah mengisi buku tamu, kami diberi sebuah goodie bag. Alhamdulillah...
Mbak ani, panitia IBF yang menelepon saya tadi, meminta saya duduk di tempat yang sudah disediakan. Sayangnya hanya satu kursi untuk penulis yang mereka sediakan. Kami pun meminta Mbak Ani agar mengizinkan kami berdua duduk di kursi undangan itu. Mbak Ani agak bingung, dia berkata hanya satu orang yang bisa naik ke atas panggung saat penerimaan award nanti. Dan mereka sudah mencatat nama saya untuk naik ke panggung.
Saya sedih dan khawatir. Bagaimana dengan mbak Sri? Beliau sudah jauh-jauh datang dari Malaysia, khusus untuk acara ini. Kami pun terpaksa duduk terpisah. Mbak sri saya minta duduk di belakang kursi saya. Saya tidak tenang. Pikiran saya mencoba mencari cara agar Mbak Ani bersedia menambah kursi di samping saya. Karena, masing-masing kursi sudah bertuliskan award yang akan diterima masing-masing undangan.
Begitu Kang rama datang, saya mengajak Kang rama meminta panitia mengizinkan kami berdua naik ke panggung. Sebenarnya sudah terlintas di pikiran saya untuk tidak naik ke panggung nanti. Saya akan menyerahkannya pada Mbak Sri. Tapi begitu saya melihat suami dan anak-anak saya yang duduk di bangku penonton sudah siap dengan kamera mereka, saya terpaksa mengurungkan niat saya. *maafkan saya ya Mbak Sri*
Saya tidak tega jika mereka kecewa ketika tahu istri dan ibu mereka tidak naik ke atas panggung. Dalam hati saya berdoa, agar Allah berkenan menyentuh hati panitia agar saya dan mbak sri bisa naik ke atas panggung bersama.
Alhamdulillah, setelah berbicara lagi denganMbak Ani dan panitia lainnya, mereka pun bersedia mencarikan kursi untuk Mbak Sri. Hanya saja mereka mengingatkan bahwa tropinya hanya satu. Jadi yang menerima tropi hanya satu orang dan satunya lagi mengucapkan sepatah kata setelah menerima award nanti.
"Nggak masalah Mbak Ani. Bisa naik ke atas panggung berdua saja, saya sudah sangat bersyukur," demikian jawaban saya. Sementara itu, Mbak Sri saya lihat duduk di deretan kursi belakang, bersama penonton yang juga teman-teman saya sesama penulis. Saya memberitahukan Mbak Sri tentang hal ini. Tapi, mungkin karena belum ada kursi untuknya, Mbak Sri tidak segera pindah ke deretan kursi depan.
Saya pun deg-degan menunggu kursi tambahan untuk Mbak Sri yang dijanjikan Mbak Ani tadi. Rasanya saya benar-benar nerves. Deg-degan karena menunggu pengumuman award dan menunggu tempat untuk duduk sahabat saya, secara acara sudah dimulai, Mbak Sri, masih duduk di bangku penonton bersama teman-teman penulis lainnya.
Untunglah ketika mendengar kata sambutan dari Bapak bapak ketua dewan juri yang juga Wakil Menteri Agama, bapak Nasaruddin Umar, salah satu panitia meletakkan kursi tersebut di samping saya. Satu nerves saya, hilang seketika. Saya buru-buru memanggil Mbak Sri untuk duduk di samping saya. Lalu kami pun mendengarkan kelanjutan sambutan dari bapak Nasaruddin Umar.
"Kita doakan para penulis buku-buku islam ini berumur panjang, karena dari tangan mereka lahir tulisan yang akan menjaga umat untuk selalu berpegang teguh pada agama Allah," ucap beliau di akhir sambutan. Subhanallah... ucapan beliau membuat saya tidak dapat membendung air mata. berkali-kali saya menarik napas dan meniupnya kencang agar air mata saya tidak jatuh. namun beberapa tetes air mata akhirnya tumpah juga. Rasa haru menyelinap dalam hati saya karena ada orang yang berdoa untuk kami penulis demi kelanjutan karya kami untuk generasi rabbani.
Aaamiin ya Rabbal alamiin... Terima kasih doanya ya Pak. Doa yang sama untuk bapak dan semua dewan juri, panitia IBF Award 201 4 beserta keluarga.
Acara inti pun dimulai. Salah satu panitia membacakan nominasi buku islam terbaik kategori buku fiksi anak. Mereka menampilkan slide kaver buku fiksi anak yang masuk nominasi. Subhanallah... hati saya bergetar begitu melihat kaver buku yang kami tulis, terpampang indah di layar yang sangat lebar itu. Tangis saya hampir kembali pecah. Saya tahan sekuat tenaga agar tidak pecah. Jangan sampai saya menangis tersedu saat di atas panggung nanti. Nggak keren kan kalau saya menangis sesungukan ketika menerima award. :P
Saya lihat ada 5 nominasi di sana. Sepertinya semua penulisnya adalah teman FB saya, walau kami tidak dekat. Saat yang kami tunggu pun tiba. Nama saya, Mbak Sri dan Kang Rama (perwakilan dari penerbit Dar! Mizan) dipanggil untuk naik ke panggung.
Rasa gugup kembali mendera. Saya berdoa dalam hati, agar tidak jatuh saat melangkahkan kaki ke atas panggung. Mungkin saat inilah momen yang paling membuat menakjubkan bagi saya setelah pernikahan dan kelahiran anak-anak saya beberapa tahun lalu. Kami bertiga, saya, mbak sri dan kang rama menerima tropi dan piagam serta hadiah yang diserahkan langsung oleh ketua panitia, bapak Nasaruddin Umar. Saya berpikir saat itu, saya adalah orang yang paling beruntung.
Karena sangat groginya, saya sampai lupa kalau harus berdiri di depan podium untuk mengucapkan sepatah kata ras syukur. Padahal tadi sebelum acara dimulai, kami sudah diberi tahu harus memberikan sepatah kata setelah menerima award. dan kami sepakat Mbak Sri yang akan menyampaikannya. Untunglah panitia di ujung sana menyuruh saya segera kembali ke depan podium. Aiih... malunya saya. ^_^ untungnya Mbak Sri dengan sigap memegang microphone.
Terima kasih pada Allah dan dukungan semua pihak mengalir dari bibir Mbak Sri. Ketika Mbak Sri mengatakan beliau khusus datang ke acara ini dari Malaysia, para penonton termasuk para undangan yang terdiri dari tokoh-tokoh literasi islam yang duduk di kursi paling depan, bertepuk tangan mendengarnya. Alhamdulillah....
Selesai sudah salah satu momen terindah dan istimewa dalam kehidupan kami. Kami kembali ke kursi tempat kami duduk tadi. Beberapa saat kemudian, kami memutuskan pulang karena malam sudah semakin kelam. Saya tidak menyaksikan acara sampai selesai karena anak-anak saya sudah mengantuk.
Terima kasih untuk semua ya Mbak Sri. Mohon maaf untuk semua kekurangan saya. Semoga kesuksesan lain menghampiri kita. aamiin...
Terima kasih juga untuk Kang Rama, Penerbit Dar! Mizan. Mas Benny Rhamdani dan semua teman teman saya di Komunitas Penulis Bacaan Anak. Terima kasih untuk IKAPI, dewan juri, IBF Award dan panitia IBF Award. Terima kasih tak terkira tentunya saya panjatkan pada Allah SWT. Semua nikmat ini dari-Nya. Hanya DIA Satu-satunya tempat kembali semua masalah. Allah telah mengabulkan doa saya dalam sekejab saat acara ini. Allah bahkan memberikan apa yang tidak pernah saya minta. Subhanallah wabihamdih... Terima kasih untuk anak-anak, suami, serta orangtua tercinta. Doa kalian menjadikan nikmat dari Allah ini begitu sempurna. ^_^
Dalam pesannya, Kang Rama (editor saya) mengucapkan selamat atas terpilihnya buku saya sebagai peraih penghargaan buku islam terbaik kategori buku fiksi anak di Islamic Book Fair 2014. Tak terbendung air mata saya. Kaget, tak percaya dan senang bercampur aduk dalam hati.
Saya langsung sujud syukur dan mengucapkan terima kasih atas beritanya. Berulang kali saya membaca kembali pesan itu, karena saya berpikir semoga ini bukan mimpi. Tak lama berselang, notifikasi dari FB saya juga bermunculan. Salah satu grup menulis yang saya ikuti mengucapkan selamat pada saya dan Mbak Sri Widiyastuti yang sudah menulis buku ini. Judulnya DAI Anak Muslim Cerdas. Tangis saya kembali pecah. Ternyata saya tidak bermimpi. Karena kabar ini bukan dari satu orang, tapi dari dua orang editor di penerbit yang sama. Editor senior yang juga guru menulis saya, Mas Benny Rhamdani.
Saya tak henti mengucapkan hamdalah dan bersyukur pada Allah. Saya menjawab semua ucapan selamat itu dengan tangan gemetar. Subhanallah... walhamdulillah... bibir saya tak henti melantunkan kalimat syukur. Silakan mengatakan saya norak dan lebay. Tapi begitulah saya. Saya masih belum percaya sepenuhnya kalau buku saya menjadi buku terbaik yang dipilih oleh para juri dari IKAPI. Siapa yang tidak ingin buku dan karyanya mendapat penghargaan? Bahkan saya pun tidak berani bermimpi untuk itu.
Walau pernah terlintas dalam hati, ketika melihat penghargaan yang didapatkan para guru menulis saya. Kala itu saya bergumam dalam hati, "bagaimana rasanya mendapat penghargaan di dunia literasi seperti mereka ya?" tapi saya tidak melanjutkan lintasan pikiran dan hati itu menjadi sebuah mimpi. Saya hanya berusaha menulis dengan sepenuh hati. Berharap para pembaca buku yang saya tulis mendapatkan hiburan dan manfaat dari membaca buku saya. Hanya itu!
Begitu suami saya pulang dari kantornya, bagai seorang anak kecil yang mendapat mainan baru, saya segera bercerita pada beliau. Awalnya beliau juga nggak percaya. Beliau bertanya tentang cara penjurian buku tersebut. Karena tidak mau dianggap berbohong, saya pun kembali bertanya pada Kang Rama. Kang rama menjelaskan. Bahwa setiap tahun setiap penerbit mengirimkan puluhan hingga ratusan buku yang sudah mereka cetak dalam tahun itu ke IKAPI.
Ikapi memilih juri yang berkompeten dalam keilmuan islam dan perbukuan. Mereka itu terdiri dari para profesional. Lalu mereka membaca semua buku yang masuk ke IKAPI dan menyeleksi buku-buku yang layak menjadi nominasi.
Ada nominasi buku fiksi anak, non fiksi anak, fiksi dewasa, non fiksi dewasa, ilustrasi buku anak, ilustrasi buku dewasa dll. Setelah mendapatkan nominasi, mereka lalu bermusyawarah untuk memilih yang terbaik dari buku-buku terbaik tadi. Mereka bekerja sama dengan beberapa sponsor untuk memberikan award dan hadiah bagi para pemenang. Lalu kang rama mengirim scan undangan yang beliau terima.
Penjelasan kang Rama itu dan scan undangan saya perlihatkan pada suami. Suami pun baru percaya tentang kabar ini. Alhamdulillah... ini artinya, saya diizinkan untuk hadir pada acara IBF Award itu. Tentunya saya akan datang dengan keluarga kecil saya. Karena seperti biasa, kami sekeluarga selalu ke mana pun "sepaket" Saya, suami dan 3 anak. ^_^
Hari yang dinanti pun hampir tiba. Kang Dadan Ramadhan kembali mengirim pesan di WA. Beliau ingin memastikan kehadiran saya pada malam penganugerahan award itu. Tepatnya tanggal 1 maret 2014. Karena harus mengkonfirmasi kehadiran undangan pada panitia IBF. Saya menjawab. "Insyaallah saya datang." Ini momen istimewa dalam kehidupan saya. Saya tidak ingin melewatkan momen ini. Apalagi izin dari suami sudah saya kantongi.
Pagi hari tanggal 1 Maret 2014, Mbak Ani dari panitia IBF menelepon saya. Beliau kembali mengkonfirmasi kehadiran saya pada acara IBF Award. Saya jawab, Insyaallah saya dari rumah selesai shalat zuhur. Khawatir kena macet di jalan. Coba bayangkan! Acaranya baru mulai pukul 19.00 WIB. Tapi karena saking senangnya, kami sekeluarga akan datang lebih awal. ^_^
Sesuai janji, setelah shalat zuhur dan makan siang, kami sekeluarga meluncur menuju Istora Senayan. Suami yang hobi fotografi membawa kamera kesayangannya. Saya, membawa pakaian ganti untuk acara itu nanti, khawatir pakaian saya yang saya kenakan ini basah oleh keringat sebelum acara dimulai. Prediksi suami tentang kemacetan ternyata benar. Dari tol bekasi, masih lancar. Ketika masuk tol dalam kota Jakarta, macet mulai terlihat. Suami memutuskan keluar tol dan lewat jalan biasa. Alhamdulillah ternyata lebih lancar di sini. Paling, hanya berhenti agak lama saat lampu merah menyala.
Pas azan ashar berkumandang, kami baru sampai di istora senayan. Sayangnya parkiran di IBF penuh. Kami terpaksa mencari parkir di luar IBF. Mencari parkir ini memerlukan kesabaran tersendiri. Karena ada Pasar Jongkok Otomotif juga yang sedang digelar tak jauh dari IBF. Jadi agak susah menemukan tempat parkir.
Setelah cukup lama berkeliling mecari tempat parkir, kami pun dapat memarkirkan mobil kami. Lalu kami masuk ke arena IBF untuk menunaikan shalar ashar. Saya bersyukur membawa pakaian ganti. Karena pakaian yang saya kenakan saat ini ternyata sudah basah oleh keringat. Secara kami harus berjalan dari parkiran sejauh 200 meter.
Selesai shalat, kami langsung menuju panggung utama. Ohya, saya mengganti pakaian saya terlebih dahulu di toilet. Lalu saya mencari Mbak Sri, rekan duet saya dalam menulis buku ini. Kami berjanji bertemu di dekat panggung utama. Mbak Sri yang menetap di Malaysia, khusus datang ke Jakarta untuk acara ini. Kami baru sekali bertemu beberapa bulan lalu di Bogor. Saat itu Mbak Sri berlibur di kampung halamannya di Bogor.
Karena ramainya pengunjung, saya kesulitan menemukan mbak sri. saya dan suami memutuskan untuk istirahat sejenak di bangku penonton. Sambil melepas lelah, mata saya memandang panggung yang cukup besar. Saat itu Ahmad Fuadi, salah satu penulis favorit saya, baru saja menaiki panggung dalam acara bedah buku yang ditulisnya bersama penerbit Bentang Pustaka. Tapi saya tidak bisa berlama-lama mendengarkan bedah buku yang sedang berlangsung. Karena membawa Hauzan yang masih 3,5 tahun, saya kudu memperhatikan tingkah pangeran kecil saya ini. Secara, rasa ingin tahunya yang luar biasa, membuat putra bungsu kami itu berlarian naik turun tangga di bangku penonton. Saya terpaksa mengikutinya ke manapun dia berlari.
Pada saat itulah saya melihat dan menyapa Mbak Sri yang sedang asyik membalas pesan lewat hp-nya. Ya ampuuun... padahal tadi saya lewat di depan Mbak Sri, kenapa saya tidak melihat beliau? Kami pun bersalaman dan berpelukan layaknya soulmate yang udah lama nggak ketemu. *halah*
Kami saling bertukar cerita tentang keadaan masing-masing. Sambil menunggu Kang Rama yang masih di jalan, kami memutuskan makan malam dulu, karena sudah pukul setengah enam. Selesai makan, kami shalat maghrib. Selanjutnya kami mengisi daftar hadir di buku tamu undangan IBF Award. setelah mengisi buku tamu, kami diberi sebuah goodie bag. Alhamdulillah...
Mbak ani, panitia IBF yang menelepon saya tadi, meminta saya duduk di tempat yang sudah disediakan. Sayangnya hanya satu kursi untuk penulis yang mereka sediakan. Kami pun meminta Mbak Ani agar mengizinkan kami berdua duduk di kursi undangan itu. Mbak Ani agak bingung, dia berkata hanya satu orang yang bisa naik ke atas panggung saat penerimaan award nanti. Dan mereka sudah mencatat nama saya untuk naik ke panggung.
Saya sedih dan khawatir. Bagaimana dengan mbak Sri? Beliau sudah jauh-jauh datang dari Malaysia, khusus untuk acara ini. Kami pun terpaksa duduk terpisah. Mbak sri saya minta duduk di belakang kursi saya. Saya tidak tenang. Pikiran saya mencoba mencari cara agar Mbak Ani bersedia menambah kursi di samping saya. Karena, masing-masing kursi sudah bertuliskan award yang akan diterima masing-masing undangan.
Begitu Kang rama datang, saya mengajak Kang rama meminta panitia mengizinkan kami berdua naik ke panggung. Sebenarnya sudah terlintas di pikiran saya untuk tidak naik ke panggung nanti. Saya akan menyerahkannya pada Mbak Sri. Tapi begitu saya melihat suami dan anak-anak saya yang duduk di bangku penonton sudah siap dengan kamera mereka, saya terpaksa mengurungkan niat saya. *maafkan saya ya Mbak Sri*
Saya tidak tega jika mereka kecewa ketika tahu istri dan ibu mereka tidak naik ke atas panggung. Dalam hati saya berdoa, agar Allah berkenan menyentuh hati panitia agar saya dan mbak sri bisa naik ke atas panggung bersama.
Alhamdulillah, setelah berbicara lagi denganMbak Ani dan panitia lainnya, mereka pun bersedia mencarikan kursi untuk Mbak Sri. Hanya saja mereka mengingatkan bahwa tropinya hanya satu. Jadi yang menerima tropi hanya satu orang dan satunya lagi mengucapkan sepatah kata setelah menerima award nanti.
"Nggak masalah Mbak Ani. Bisa naik ke atas panggung berdua saja, saya sudah sangat bersyukur," demikian jawaban saya. Sementara itu, Mbak Sri saya lihat duduk di deretan kursi belakang, bersama penonton yang juga teman-teman saya sesama penulis. Saya memberitahukan Mbak Sri tentang hal ini. Tapi, mungkin karena belum ada kursi untuknya, Mbak Sri tidak segera pindah ke deretan kursi depan.
Saya pun deg-degan menunggu kursi tambahan untuk Mbak Sri yang dijanjikan Mbak Ani tadi. Rasanya saya benar-benar nerves. Deg-degan karena menunggu pengumuman award dan menunggu tempat untuk duduk sahabat saya, secara acara sudah dimulai, Mbak Sri, masih duduk di bangku penonton bersama teman-teman penulis lainnya.
Untunglah ketika mendengar kata sambutan dari Bapak bapak ketua dewan juri yang juga Wakil Menteri Agama, bapak Nasaruddin Umar, salah satu panitia meletakkan kursi tersebut di samping saya. Satu nerves saya, hilang seketika. Saya buru-buru memanggil Mbak Sri untuk duduk di samping saya. Lalu kami pun mendengarkan kelanjutan sambutan dari bapak Nasaruddin Umar.
"Kita doakan para penulis buku-buku islam ini berumur panjang, karena dari tangan mereka lahir tulisan yang akan menjaga umat untuk selalu berpegang teguh pada agama Allah," ucap beliau di akhir sambutan. Subhanallah... ucapan beliau membuat saya tidak dapat membendung air mata. berkali-kali saya menarik napas dan meniupnya kencang agar air mata saya tidak jatuh. namun beberapa tetes air mata akhirnya tumpah juga. Rasa haru menyelinap dalam hati saya karena ada orang yang berdoa untuk kami penulis demi kelanjutan karya kami untuk generasi rabbani.
Aaamiin ya Rabbal alamiin... Terima kasih doanya ya Pak. Doa yang sama untuk bapak dan semua dewan juri, panitia IBF Award 201 4 beserta keluarga.
Acara inti pun dimulai. Salah satu panitia membacakan nominasi buku islam terbaik kategori buku fiksi anak. Mereka menampilkan slide kaver buku fiksi anak yang masuk nominasi. Subhanallah... hati saya bergetar begitu melihat kaver buku yang kami tulis, terpampang indah di layar yang sangat lebar itu. Tangis saya hampir kembali pecah. Saya tahan sekuat tenaga agar tidak pecah. Jangan sampai saya menangis tersedu saat di atas panggung nanti. Nggak keren kan kalau saya menangis sesungukan ketika menerima award. :P
Saya lihat ada 5 nominasi di sana. Sepertinya semua penulisnya adalah teman FB saya, walau kami tidak dekat. Saat yang kami tunggu pun tiba. Nama saya, Mbak Sri dan Kang Rama (perwakilan dari penerbit Dar! Mizan) dipanggil untuk naik ke panggung.
Rasa gugup kembali mendera. Saya berdoa dalam hati, agar tidak jatuh saat melangkahkan kaki ke atas panggung. Mungkin saat inilah momen yang paling membuat menakjubkan bagi saya setelah pernikahan dan kelahiran anak-anak saya beberapa tahun lalu. Kami bertiga, saya, mbak sri dan kang rama menerima tropi dan piagam serta hadiah yang diserahkan langsung oleh ketua panitia, bapak Nasaruddin Umar. Saya berpikir saat itu, saya adalah orang yang paling beruntung.
Karena sangat groginya, saya sampai lupa kalau harus berdiri di depan podium untuk mengucapkan sepatah kata ras syukur. Padahal tadi sebelum acara dimulai, kami sudah diberi tahu harus memberikan sepatah kata setelah menerima award. dan kami sepakat Mbak Sri yang akan menyampaikannya. Untunglah panitia di ujung sana menyuruh saya segera kembali ke depan podium. Aiih... malunya saya. ^_^ untungnya Mbak Sri dengan sigap memegang microphone.
Terima kasih pada Allah dan dukungan semua pihak mengalir dari bibir Mbak Sri. Ketika Mbak Sri mengatakan beliau khusus datang ke acara ini dari Malaysia, para penonton termasuk para undangan yang terdiri dari tokoh-tokoh literasi islam yang duduk di kursi paling depan, bertepuk tangan mendengarnya. Alhamdulillah....
Selesai sudah salah satu momen terindah dan istimewa dalam kehidupan kami. Kami kembali ke kursi tempat kami duduk tadi. Beberapa saat kemudian, kami memutuskan pulang karena malam sudah semakin kelam. Saya tidak menyaksikan acara sampai selesai karena anak-anak saya sudah mengantuk.
Terima kasih untuk semua ya Mbak Sri. Mohon maaf untuk semua kekurangan saya. Semoga kesuksesan lain menghampiri kita. aamiin...
Terima kasih juga untuk Kang Rama, Penerbit Dar! Mizan. Mas Benny Rhamdani dan semua teman teman saya di Komunitas Penulis Bacaan Anak. Terima kasih untuk IKAPI, dewan juri, IBF Award dan panitia IBF Award. Terima kasih tak terkira tentunya saya panjatkan pada Allah SWT. Semua nikmat ini dari-Nya. Hanya DIA Satu-satunya tempat kembali semua masalah. Allah telah mengabulkan doa saya dalam sekejab saat acara ini. Allah bahkan memberikan apa yang tidak pernah saya minta. Subhanallah wabihamdih... Terima kasih untuk anak-anak, suami, serta orangtua tercinta. Doa kalian menjadikan nikmat dari Allah ini begitu sempurna. ^_^
ikutan terharu bacanya, Mbak Nelfi. Allah tak pernah salah memilih pemenang. DipilihNya Mbak Nelfi yang berjiwa besar dan berhati lapang...
ReplyDeleteSemoga kesuksesan selalu menyertai langkah Mbak Nelfi, sekarang dan seterusnya, aamiin...
Salam hangat dari tetangganya Bu Tuti, :-)
Ar
Aamiin... makasih doanya Mbak Ary. semoga kesuksesan juga menyertai Mbak Ary ya... :)
DeleteMeleleh membaca ini, Nelfi. Btw, jadi teringat obrolan kita kemarin di telepon. Allah SWT tak pernah salah memilih hamba-Nya. Dia Maha Tahu apa yang terbesit dan terselip di lubuk hati hamba-Nya. Semoga setelah ini, kesuksesan yang penuh keberkahan akan terus melimpahi dirimu. Aamiin. *peluk hangat*
ReplyDeleteAamiin... makasih juga untuk supportnya ya kak wiek. doa yg sama utk kak wiek. *peluuk*
Deleteterharuuu...selamat ya mba nelfi...suksessss senantiasa :)
ReplyDeleteAamiin... makasih mbak ichen... sukses juga untuk mbak ichen ya... :)
Delete