Beberapa
bulan lalu, saya dan keluarga kecil saya jalan-jalan ke Pantai Karnaval
Ancol. Kami memang sering ke pantai ini. Hampir tiap minggu ketika anak
bungsu kami menderita batuk karena alergi. Sebagian orang menyarankan
agar kami membawa si kecil Hauzan ke pantai pada pagi hari. Udara pagi
di pantai akanmempercepat penyembuhan penyakitnya.
Sejak
itu, hampir tiap minggu kami ke pantai Karnaval Ancol ini.
Alhamdulillah, ternyata Allah memberikan kesembuhan pada putra kami.
Setelah Hauzan sembuh dan batuknya sudah tidak ada lagi, kami masih
berkunjung ke pantai ini sekali sebulan hanya untuk rekreasi. Kadang
kami mengajak anak-anak ke Dufan , gelanggang Samudera, Atlantis atau
Seaworld. Kadang cukup bermain pasir dan ombak di pantai.
Pagi
ini kami sengaja berangkat lebih awal. Niatnya agar kami tidak terjebak
macet. Apalagi sudah lama kami tidak berkunjung ke pantai ini. Sesuai
dengan rencana, kami sampai sekitar pukul 7.00 Wib. Karena masih pagi,
kami melihat beberapa orang yang sedang berolah raga pagi di sepanjang
trotoar pembatas pantai karnaval.
Anak-anak
saya pun tak mau ketinggalan. Karena tadi mereka sudah membawa raket
dan kok, dari rumah, maka mereka pun main bulu tangkis di depan pantai.
Cuaca sangat tenang pagi itu, meskipun sedikit mendung.
Si
tengah Hikmal bermain badminton bersama kakaknya. Sayangnya adeknya
Hauzan pengin ikutan juga. Sementara bapaknya memotret momen yang tak
tergantikan itu. Pagi itu kami bergembira bersama. Ketika sedang asyik
bermain, tiba-tiba salah seorang pemilik perahu layar yang ada di pantai
menawarkan pada kami untuk berlayar ke tengah laut ancol.
Sebelum
Hauzan lahir sekitar 3 tahun yang lalu, kami pernah menaiki perahu ke
tenah laut Ancol. Kali ini ternyata si sulung Syifa dan si tengah Hikmal
juga ingin berlayar lagi ke tengah laut. Awalnya saya tidak berani
menyetujui keinginan mereka, karena mendung masih mengelayut di langit
Ancol. Tapi kemudian saya menyetujuinya, karena anak-anak sepertinya
sangat ingin menikmati berlayar ke tengah laut.
Apalagi
salah satu pemilik perahu menawarkan harga yang sangat rendah pada
kami. “Lima puluh ribu saja Bu, buat penglaris.” Demikian dia membujuk.
Sungguh
saya kaget mendengar harga yang ditawarkan. 3 tahun yang lalu, kalau
tidak salah, kami sekeluarga mengeluarkan uang lebih dari seratus ribu
untuk menaiki perahu layar itu. Tapi kenapa sekarang harganya lebih
murah? Saya pun tergelitik untuk menanyakannya.
“Lima puluh ribu itu cuman hari ini aja ya Pak?” tanya saya pada pemilik perahu.
“Untuk
penglaris pagi aja Bu. Kalau biasanya 200 ribu. Tapi karena ini mendung
dan pengunjung pantai sepi, maka kami tawarkan dengan harga lebih
murah. Yang penting kami dapat uang.” Sahut bapak itu sambil mendayung
perahunya ke tengah lautan. Setelah itu 2 temannya yang lain menyalakan
motor penggerak perahu agar perahu berjalan lebih kencang.
“Kenapa tidak pakai layar Pak?” tanya suami saya.
“Nanti
Pak, kalau sudah menuju ke sini. Karena arah angin dari arah pantai.
Jadi harus menggunakan motor ini dulu untuk menggerakkan perahu.”
Selanjutnya
anak-anak terlihat sangat menikmati perahu layar itu. Hikmal yang
awalnya sedikit gugup ketika akan naik perahu, jadi bisa bercanda dengan
kakaknya Syifa. Layaknya anak-anak yang jarang menikmati naik perahu,
mereka pun minta bapaknya mengambil foto mereka ketika berada di perahu.
Sang
pemilik perahu menawarkan kami perjalanan yang agak jauh ke dekat
jembatan Indosiar, namun dengan ongkos yang sama. Saya menolak karena
saya melihat langit mendung. Meski pun keadaan laut sangat tenang, saya
khawatir akan turun hujan. Apalagi kami belum sarapan. Saya takut
anak-anak nanti akan kelaparan dan merengek minta makan.
Perahu
pun berlayar semakin ke tengah. Dari kejauhan kami melihat bangunan di
sepanjang pantai Karnaval Ancol semakin mengecil. Suami saya pun tak
lupa mengambil foto pantai Karnaval dari tengah laut. Sayangnya karena
mendung, foto yang dihasilkan kurang begitu bagus.
Perahu
semakin ke tengah, anak-anak bercanda sambil melihat laut yang persis
berada di samping mereka. Aroma laut yang khas menghampiri penciuman
kami. Hhhmmm… segar sekali! Sudah lama sekali rasanya tidak menikmati
segarnya aroma laut.Sembari menikmati tenangnya air laut di atas perahu,
kami pun menikmati sarapan pagi di atas perahu.
Lima
belas menit mengitari laut Ancol, kami pun kembali ke pantai Karnival.
Sungguh pengalaman yang mengasyikkan pagi ini. Anak-anak meminta lagi
suatu hari nanti jika cuaca bagus, mereka ingin ke tengah laut naik
perahu lagi. Mereka ingin menangkap ubur-ubur. Karena tadi mereka tidak
melihat satu pun ubur ubur. Mungkin karena masih pagi. Menurut pemilik
perahu, biasanya ubur-ubur kelihatan agak siang.
“Baiklah
sayang, insyaallah jika cuaca sudah bagus, kita naik perahu lagi untuk
menangkap ubur-ubur,” janji bapaknya. Kami pun keluar dari perahu dan
kembali menikmati indahnya lautan dari Pantai Karnaval hingga siang
menjelang. [NS]
yg saya sayangkan dr pantai Ancol, ombaknya udah gak ada. Tp tetep asik buat dikunjungi
ReplyDeletebener Mak Mira. Jadinya cuman bisa main pasir aja ya. :(
Delete