Cerita tentang Hauzan saat berumur 8 bulan semoga bermanfaat untuk teman-teman semua. ^_^
“Jangan lepaskan pengawasan Anda dari batita.” Ini kutipan artikel
parenting yang kubaca beberapa hari lalu. Aku mengangguk-angguk membenarkan
tips itu. Karena kejadian yang lumayan “heboh” pernah kualami bersama Hauzan,
batitaku yang berusia 20 bulan.
Sebagaimana umumnya batita yang sudah bisa berjalan, Hauzan senang
meng-eksplore seisi rumah. Dia berjalan, ke kamar, ke dapur, ke teras,
balik lagi ke ruang keluarga. Sepertinya
batitaku itu tidak kehabisan energi untuk melakukan aktifitasnya.
Hingga suatu kali aku melihat dia memasukkan “sesuatu” ke dalam
mulutnya. Aku bergegas membuka mulut Hauzan dan mengambil benda yang
dimasukkannya itu. Olala! Ternyata dia memakan remah nasi yang sudah mengering.
Di lain hari putra bungsuku ini asyik memperhatikan laba-laba kecil yang
melintas di depannya. Karena rasa ingin tahunya dia menyentuh laba-laba itu
menggunakan jari telunjuknya yang mungil. Sedetik kemudian, laba-laba malang
itu sudah berada di mulutnya. Duh Hauzan! Aku segera mengeluarkan laba-laba itu
dari mulutnya, dan mencuci mulut dan tangannya.
Lain waktu ketika sedang asyik main di kamar, Hauzan membongkar isi rak
bedak dan perlengkapan mandinya. Aku masih mengawasinya, selama benda-benda itu
tidak dimasukkan ke mulutnya, aku biarkan dia memenuhi rasa ingintahunya.
Ternyata aku lupa, ada sebuah bungkusan yang
diletakkan kakaknya di rak itu. Bungkusan berisi gigi geraham si kakak yang
lepas. Putra ke duaku yang berusia 9 tahun itu meletakkannya di dalam sebuah
kotak kecil. Menurutnya peri gigi akan memberikan hadiah di dalam kotak itu
ketika melihat giginya di sana.
Hauzan membuka bungkusan itu. Ketika ia menemukan benda putih kecil itu
dia segera memasukkan benda itu ke dalam mulutnya. Sekali lagi aku kecolongan
dengan tingkah putra kecilku ini. Aku buru-buru mengeluarkan gigi kakaknya itu
dari mulut Hauzan.
Bayi lucu itu tidak begitu saja merelakan hasil “temuannya” kuambil. Dia
berusaha mengatupkan rapat-rapat mulutnya, agar aku tidak bisa mengeluarkan
benda itu dari mulutnya. Tapi akhirnya benda itu berhasil kukeluarkan dengan
diiringi tangisan Hauzan. Sejak itu aku mulai waspada. Tak kubiarkan Hauzan
lepas dari pandanganku.
Aku tidak bisa membayangkan benda apa lagi yang akan dimasukkannya ke
mulutnya, jika aku tidak memperhatikannya. Pernah juga ketika aku menitipkan
Hauzan kepada kakaknya, karena aku ingin ke kamar mandi, ternyata dia sudah
memakan kertas tisu.
Aku jadi berpikir, memang seharusnya kita tidak melepaskan pengawasan
kita terhadap batita dan balita. Rasa ingin tahu mereka yang sangat besar itu
benar-benar bisa membahayakan diri mereka. Seperti yang terjadi dengan anak
salah satu tetanggaku.
Namanya Alvin, umurnya 4 tahun. Suatu kali dia mengeluh kepada mamanya
bahwa telinga kanannya sakit. Mamanya melihat sekilas telinga tu, tapi tidak
ada terlihat apapu di sana.
Sejak hari itu Alvin jadi rewel dan sering menangis, mengeluh telinganya
sakit. Badannyappun jadi panas. Ketika mamanya membawa Alvin ke dokter, dan
dokter memeriksa telinga kanan Alvin.
“Ya Ampun Bu! Ada kacang di dalamnya?” seru dokter itu. Bukan kepalang
terkejutnya mama Alvin. Dia tidak tahu kapan anaknya “memasukkan” kacang itu ke
dalam telinganya.
“Untung kacangnya nggak numbuh di telinganya,” gurau dokter. Hal itu
juga yang terpikir oleh kami para tetangganya. “ Sepertinya sudah sekitar
seminggu kacang itu berada di telinganya, karena kacangnya sudah mulai
membusuk,” sahut Dokter ketika mama Alvin bertanya mengenai hal itu.
Alhamdulillah, sekarang Alvin baik-baik saja. Aku berharap jangan sampai
ada kejadian serupa menimpa anakku dan anak-anak lainnya. Tak terbayangkan
bagaimana susahnya anak sekecil itu menahan rasa sakit yang cukup lama.
Bahkan mungkin kita sering mendengar dan menonton di televisi, seorang
anak yang tersedak ketika memakan bakso, hingga anak itu tidak tertolong karena
tidak bisa bernapas.
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. ^_^