Tuesday, July 24, 2012

Resensi Kania's Dream oleh Mbak Santi Nur.P

#1 Karya Sahabat

oleh Santi Nuur P pada 11 Juli 2012 pukul 8:10 ·


Kania's Dream karya Nelfi Syafrina

Kania, gadis 11 tahun berwajah oval dan berambut panjang. Anaknya ramah, pemaaf, dan suka membantu. Kania sering membantu ibunya memasak tak heran jika ia pandai mengolah masakan. Suatu hari Kania ikut lomba memasak tingkat nasional. Gadis yang suka memanjat pohon jambu itu berusaha keras untuk bisa memenangkan lomba. Hadiah berlibur ke Pulau Socotra ini mengalahkan rasa jijik Kania pada bekicot. Kemenangan hampir saja diraih Kania. Namun, ternyata selalu ada rintangan. Kira-kira, mampukah Kania menghadapi Helga, teman yang sering menghambat perjuangan Kania? Atau, apakah Kania memaafkan Daren, sepupu yang tiba-tiba terlihat bersengkokol dengan Helga?

Nelfi Syafrina, penulis yang saya kenal saat mengikuti workshop di Bandung awal 2011 ini pintar membuat penasaran pembaca. Saya tak mau beranjak sebelum 'melahab' habis buku ini. Ohya, ada baiknya sebelum menikmati buku ini, siapkan camilan. Berkali-kali saya menelan ludah dan bolak balik membuka kulkas saat menemukan kata 'kalio daging', 'gulai ayam', 'dendeng daging', 'itik lado mudo', 'rujak', hmmm, sedaaap.  'Pangek bekicot'  hiiii... eits jangan bergidik dulu. Di buku ini Nelfi Syafrina berbagi tip supaya bekicot benar-benar bersih dan tidak amis saat diolah.

Tidak hanya itu! Buku terbitan Dar! Mizan ini berhasil mengajak anak-anak untuk belajar memasak. Ketiga anak saya rajin mengolah pancake dan membuat nasi goreng setelah membaca buku ini, alhamdulillah. Yuk, segera miliki buku ini.*

Tunggu karya sahabat berikutnya :))

*resensi ini ditulis oleh Mbak Santi Nur. P di FBnya. Makasih ya Mbak Santi :*

Wednesday, July 18, 2012

Kisah Seru Di Asrama


       

            Malam sudah semakin larut. Ku lirik jam dinding kamarku, “sudah jam sebelas.”  Aku merapikan buku yang baru saja ku baca. Ada ulangan besok, aku tidak ingin nilaiku jeblok jika tidak belajar. Aku berjalan menuju tempat tidurku. Mataku sudah sangat mengantuk, badankupun sudah sangat lelah. Semoga malam ini aku bisa tidur nyenyak, dan besok bangun sebelum subuh untuk sahur. Ku layangkan pandanganku ke seisi kamar. Sepertinya semua temanku sudah terlelap dalam mimpi mereka.
         Kamar ini dihuni oleh 19 orang lainnya selain aku. Ya aku adalah salah satu penghuni asrama Sekolah Perawat Kesehatan tempatku menuntut ilmu. Aku naiki tempat tidurku yang berada di atas. Di kamar ini ada 10 tempat tidur. Setiap tempat tidur bertingkat. Di sepanjang dindingnya ada lemari pakaian penghuni asrama.
            Baru saja aku hendak memicingkan mataku, tiba- tiba suara Suzi temanku mengagetkanku,"Fi, besok jadi shaum kan?" tanyanya dari tempat tidurnya. Tempat tidur Suzi berada 3 bed dari tempat tidurku.
         "Eh besok..eh besok.... jadi dong, bangunin aku untuk sahur ya," sahutku latahku.
         "Hahaha..,” Suzi terbahak. Sahabat karibku itu memang sedikit jahil. “Oke, aku bangunin jam setengah empat ya,” tambahnya. Aku mengangguk dan kembali menguap lebar. Beberapa saat kemudian suasana kamar kembali hening. Akupun tertidur lelap.
                                                           ***

    

      "Fi, ayo sahur!" Suara Suzi samar-samar terdengar di telingaku. Lalu dia mengguncang badanku seperti mendorong gerobak. Walau kesal, aku langsung bangun. Aku menguap lebar, ku lirik jam weker di samping bantal, jam setengah empat,"ya aku udah bangun," sahutku sembari duduk. Perlahan aku turun dari tempat tidur, Suzi sudah menungguku di bawah.
           "Ayo," ajaknya. Suzi sudah memegang peralatan makannya. Demikianlah di asrama kami. Setiap jam makan, kami membawa peralatan makan dari kamar. Lalu makan berjama'ah di ruang makan asrama. Tapi karena hari ini aku berniat untuk puasa, maka aku diijinkan makan lebih awal. Itupun jika sebelumnya sudah memberitahukan petugas dapur kalau kami hendak sahur malam ini.
             “Sebentar aku wudhu dulu ya Zi,” aku segera ke kamar mandi untuk berwudhu. Suzi menggangguk. Ia menungguku di kursi dalam kamar kami. Beberapa menit kemudian, kami melangkah menuju ruamg makan yang letaknya di tengah-tengah asrama. Kamar di asrama kami membentuk letter O. Ruang makan terletak di tengahnya. Di depan ruang makan ada taman kecil dengan pot dan beberapa bunga bougenville.
           Kami langsung menuju dapur asrama yang letaknya tak jauh dari ruang makan.
           "Mak Neng, lauknya udah ada yang mateng ya?" Tanyaku pada Mak Neng yang sedang menyiangi sayuran. Pagi ini ibu-ibu petugas dapur yang memasak untuk kami sedang dalam keadaan sibuk tingkat tinggi. Jika kami mau makan sahur, maka kami harus mencari sendiri di mana mereka meyimpan lauk dan sayur yang sudah mereka siapkan untuk kami.
            "Udah Mak Neng bikinin, ambil di situ ya," ujar Mak Neng sambil memonyongkan mulutnya ke pojok meja yang penuh dengan sayuran.
           “Oke, ma kasih ya Mak Neng,” Aku dan Suzi bergegas menuju meja sayuran mentah itu. Sebelumnya kami mengambil nasi yang baru matang di panci. Selanjutnya aku buka tudung saji kecil yang menutupi lauk.
            "Teri main bola," sungut Suzi, ternyata lauk yang disediakan untuk kami yang ingin puasa hari ini adalah Teri Medan yang dicampur dengan kacang tanah. Sebenarnya ini makanan favoritku, tapi tidak dengan Suzi. Aku tersenyum, segera ku ambil beberapa sendok lauk kesukaanku itu. Ku sambar sebuah mentimun yang berada diantara sayuran itu. Walau tidak begitu suka, Suzi akhirnya mengambil lauk itu.
         "Kita makan di sana aja," Suzi menunjuk meja makan yang menghadap ke arah taman kecil asrama. Aku mengikuti langkahnya. Ku letakkan piringku di atas meja makan, lalu aku menyeduh teh hangat dulu untuk mengusir dinginnya dini hari ini. Setelah itu aku kembali ke meja makan. Aku duduk dan membaca basmalah sebelum menyendokkan nasi ke mulutku.
         "Kita berdua aja ya yang makan sahur, gak ada yang lain kelihatan," tebakku. Memecah kesunyian malam itu.
       "Iya kali," sahut Suzi sekenanya. Entah karena lauknya yang tidak begitu disukainya atau memang Suzi lagi malas bicara, temanku itu terlihat lebih kalem dari biasanya. Sehingga suasana sunyi ruang makan besar ini sangat terasa. Apalagi temaram lampu taman membuat suasana sunyi itu semakin mencekam. Dari ruang makan itu kita bisa memandang ke segala arah, karena ruangan yang dibuat semi terbuka.      
        Sambil makan, sesekali kami berbicara tentang ulangan besok. Tiba-tiba mataku melihat beberapa adik kelas cowok berjalan menuju ruang makan. Aku berpikir mungkin mereka hendak makan sahur juga. Memang asrama kami terpisah, tapi  untuk makan berjama’ah, semua siswa harus makan di ruang makan asrama putri.
     Makanya kami diwajibkan selalu mengenakan pakaian muslimah walaupun dalam asrama. Karena biasanya pada saat jam makan guru laki-laki atau teman laki-laki datang untuk makan bersama di ruang makan ini.
            “Ada si Rahmat tuh, kita ajak duduk di sini aja yuk, sekalian kita kerjain anak itu,” ujar Suzi jahil. Aku mengangguk setuju. Rahmat dan kawan-kawannya yang datang itu adalah siswa baru di sekolah kami. Biasanya anak baru memang senang berpuasa sunnah seperti sekarang ini. Kamipun menunggu Rahmat dan teman-temannya datang. Tapi sampai kami selesai makan, mereka tak kunjung masuk ke ruang makan.
        Beberapa menit kemudian aku dan Suzi sudah menyelesaikan makan kami. Dalam hati aku sempat berpikir, kemana adik kelas kami yang berjumlah 4 orang tadi, kenapa mereka tidak makan di ruang makan? Atau mungkin mereka makan di dapur sembari bercerita dengan para petugas dapur. Ah entahlah, aku segera mencuci peralatan makanku. Lalu kami kembali ke kamar, untuk mandi dan bersiap untuk shalat jama’ah di masjid.
                                                           ****
Alhamdulillah hari ini ulangan berhasil aku lewati, rasanya semua pertanyaan bisa kujawab. Jam istirahatpun tiba. Aku dan teman-temanku segera menuju masjid untuk menunaikan shalat zuhur.
          Di jalan aku bertemu dengan Beni salah satu adik kelas yang tadi pagi kulihat di ruang makan.
         “Beni, tadi makan sahurnya di dapur ya?” tanyaku tanpa basa basi.
          “Enggak Ni, Aku gak puasa.” Sahut Beni datar. Aku terkesima, benarkah tadi Beni tidak ke ruang makan? Mungkin aku salah lihat orang, mungkin tadi yang ku sangka Beni adalah Mul yang badannya setinggi Beni. Karena temaramnya lampu taman asrama, hingga aku tidak begitu memperhatikan wajah mereka.
     “Oh, aku kira kamu tadi makan sahur, ma kasih ya,” aku bergegas meninggalkan Beni dengan seribu pertanyaan yang mengganjal di hati.
       “Zi, waktu sahur tadi kamu lihat anak cowok berjalan menuju dapur kan?” tanyaku pada Suzi ketika sampai di kamar. Aku ingin meyakinkan diriku kalau tadi aku dan Suzi memang melihat adik kelas kami itu.
     “Ya lihat lah, tapi kok dia gak makan di ruang makan ya?” Suzi membuatku semakin penasaran.
     “Tapi tadi aku ketemu si Beni, katanya dia gak ke ruang makan tuh,” sahutku.
     “Mungkin si Mul kali yang tadi,” pikiran Suzi ternyata sama dengan pikiranku.
      “Nanti coba kita tanya di kelas,” tambahnya. Aku mengangguk setuju. Entah kenapa aku ingin tahu, siapa sebenarnya yang datang ke ruang makan tadi?
       Sore ini sebelum kelas dimulai, aku menyempatkan diri bertanya kepada Rahmat. Aku yakin sekali mereka datang ke asrama subuh tadi.
       “Rahmat! Kamu puasa ya,” tanyaku to the point kepada Rahmat yang baru saja lewat di depan kelasku.
       “Enggak Ni, aku gak puasa,” sahutnya.
      “Ya Allah..,” Aku merinding, “ada temanmu yang puasa gak, atau yang makan sahur di dapur tadi?” tanyaku masih penasaran.
      “Kayaknya gak ada yang puasa hari ini Ni,  kami semalam ketiduran, karena habis belajar sampai jam 12 malam, emang kenapa Ni?” kening Rahmat berkerut.
         “Lalu tadi yang aku lihat siapa dong?” tanyaku seperti orang bodoh.
        “Uni melihat apa?” Rahmat tak kalah bingungnya mendengar pertanyaanku.
       “Tadi aku melihat kalian berempat datang ke asrama sebelum subuh, aku pikir kalian mau makan sahur. Tapi sampai selesai makan, aku tidak melihat kalian masuk ruang makan,aku masih berpikir kalian makan di dapur.” Jelasku masih bingung.
        “Astaghfirullah.. itu bukan kami Ni, Uni udah melihat makhluk lain tuh,” Rahmat tersenyum menggodaku.  Ucapan  Rahmat membuatku semakin merinding. Menurut cerita orang-orang, asrama kami memang sedikti angker. Dulu sebelum asrama itu di bangun, tempat itu merupakan rawa-rawa dan tempat mengubur plasenta setelah bayi lahir. Bagiku itu biasa saja, toh aku tidak pernah melihat hal gaib yang mengerikan seperti cerita beberapa orang. Tapi setelah kejadian semalam, aku yakin bahwa Allah telah menjagaku dari kejahatan makhluk gaib itu. Untung saja mereka tidak memperlihatkan bentuk aslinya. Aku semakin merinding.
         “Untung tadi kita tidak memanggil mereka agar makan bersama kita ya,” ujar Suzi ketika aku ceritakan percakapanku dengan Rahmat tadi.
         “Iya, untung juga tadi bentuknya gak mengerikan ya,” sahutku masih berasa beruntung.
         Karena masih penasaran, malamnya aku pergi ke dapur dan bertanya kepada Mak Neng yang bertugas tadi malam. Jawabannya ternyata sama dengan Rahmat, tak ada siswa laki-laki yang makan sahur semalam. Kesimpulannya, semalam itu aku sedang melihat makhluk lain yang menyerupai adik kelasku. Astaghfirullah.. La haula walaa quwwata illa billahi “aliyil’azhiim..

Monday, July 9, 2012

Liburan Seru di Rumah Ala Hikmal Dan Syifa

Liburan di rumah tak selalu membosankan. Bisa diisi dengan hal-hal yang bermanfaat seperti yang dilakukan Syifa dan Hikmal putri dan putra saya.
Hikmal mengisi liburannya dengan membuat dadar kentang lalu menjualnya di depan rumah. Memang sih tidak langsung ada yang membeli, tapi setelah menunggu selama satu jam, pembeli dadar kentang ala Hikmal pun berdatangan. Pertama cuman beli satu buah harganya lima ratus rupiah. Lalu berdatangan teman berikutnya membeli hingga 6 buah. dan seterusnya hingga dadar kentang tersisa 4 buah saja. Sisa 4 itu akhirnya mereka makan.  Lumayan 'penghasilan' Hikmal hari itu. sepuluh ribu rupiah, dengan modal bahan masakan yang ada di dapur. 
Bagaimana dengan Syifa? hampir sama dengan Hikmal, ketika bosan dengan liburan yang minus bermain di luar, Syifa membaca beberapa novel anak dan remaja karena umurnya sudah hampir 13 tahun. Lalu ketika semua buku sudah habis dilahap, terakhir saya mengajak Syifa untuk merapikan kamarnya. Salah satunya dengan membuat lipatan selimut menjadi beberapa bentuk yang lucu. Ada bentuk pesawat, bunga, kipas dan bebek. Ternyata sangat asyik melakukan kegiatan yang tidak biasa dilakukan selam liburan. Bagaimana dengan liburan sahabat semua? ^_*

Thursday, July 5, 2012

Kembali Berbagi Ilmu di FLP Kids Bekasi

                                        Selesai bikin cerpen berfoto dulu bersama Hana, kak Uci dan kakak FLP Bekasi.

Minggu 1 Juli 2012 lalu saya kembali diminta pengurus FLP Bekasi untuk berbagi ilmu kepada adik-adik FLP Kids Bekasi. Seperti biasa acara dimulai pada pukul 10.00 WIB. Hanya ada Hana yang hadir saat itu. Sama seperti beberapa minggu yang lalu ketika saya berbagi ilmu yang bertempat di Unisma tersebut. Tapi tak mengapa, saya senang masih ada anak yang bersemangat menulis. Saya langsung mengajak Hana untuk memulai sesi berbagi cara membuat ending yang memukau, sesuai dengan tema yang diminta pengurus FLP Bekasi.
Pertama saya menjelaskan pada Hana tentang bagaimana membuat suatu ending untuk sebuah cerpen. Setelah itu saya meminta Hana membaca beberapa cerpen yang ada di majalah bobo dan majalah Imut salah satunya cerpen saya yang dimuat di majalah itu. saya sengaja membawa majalah-majalah itu dengan tujuan setelah membaca cerpen-cerpen yang ada di majalah tersebut, Hana bisa mengerti ending apa yang sudah dibuat oleh penulisnya. Saya berharap Hana juga bisa membuat ending memukau seperti yang dibuat oleh para penulis cerpen tersebut.
Untunglah Hana mengerti dengan penjelasan saya, dia bisa menjawab pertanyaan saya seputar ending yang terdapat di masing-masing cerpen tersebut. Selanjutnya saya minta Hana membuat sebuah cerpen berikut ending yang memukau seperti yang baru saja dibacanya.
Pertama Hana sempat bingung, mau membuat cerita tentang apa. Saya berusaha menggali ide dengan menyebutkan beberapa contoh. Kebetulan Hana beberapa kali saya baca suka menulis tentang fabel. Saya akhirnya menggali idenya dari beberapa binatang. Saya bercerita tentang beberapa fabel yang unik dengan ending menarik.
Ketika asyik memberi contoh, lewatlah seekor kecoa di depan kami. Tak ayal kami yang ada di teras masjid Unisma itu langsung berloncatan kaget. Karena saat itu bukan saya dan Hana saja yang berada di sana. Ada Mas Sudi, Kak Uci dan beberapa penulis dewasa lainnya yang sedang mendapat materi traveling di sebelah kami.
'Kehadiran' kecoa itu membuka inspirasi Hana. Tadinya saya menyarankan Hana menulis tentang kecoa ajaib. Ternyata Hana lebih memilih tema berbeda. Melihat kecoa, dia jadi ingat cicak, binatang yang juga sering lewat di depannya. Cerpen tentang cicak pun akhirnya berhasil ditulis Hana.
Karena waktu shalat zuhur telah tiba, akhirnya Hana memperlihatkan pada saya cerpen dengan ending yang masih menggantung. menurut hana, dia masih ingin melanjutkan cerpen itu di rumah. Saya setuju, kebetulan kami sudah berteman di FB, Hana akan mengirim tulisan itu melalui inbox FB hari Senin.
Sampai ketemu lagi di inbox ya Hana. ^_^

Wednesday, July 4, 2012

Bedah Buku Detik Demi Detik di Radio DFM Jakarta


Selasa 3 Juli 2012 kemarin, saya bersama Kak Wylvera, Mbak Santi, Mbak Haya, Mbak Elsyifa  berkesempatan untuk membagi pengalaman kami seputar penulisan buku Detik Demi Detik di radio DFM Jakarta. Perjalanan seru menuju tempat acara berawal dari saya yang harus mengajak semua krucil. Karena mereka sedang liburan, jadi tidak mungkin meninggalkan mereka di rumah tanpa ada orang dewasa yang menemani. Saya pun memutuskan mengajak mereka. Tepat pukul 10.00 WIB saya berangkat dari rumah, karena saya berjanji akan berangkat dan menumpang di mobilnya Kak Wiwiek.
Saya berpikir naik taksi saja agar bisa secepatnya bertemu Kak Wiwiek. Ternyata taksi yang akan saya tumpangi tak kunjung terlihat. setelah menunggu 15 menit, akhirnya saya pun naik angkot bersama anak-anak menuju terminal. Kak Wiwiek sudah memandu saya untuk bertemu di depan gedung BSI Bekasi. Saya harus naik angkot lagi ke tempat itu. Ternyata harapan sangat berbeda dengan kenyataan. Angkot yang saya tumpangi ngetem terlalu lama di terminal. Saya berpikir untuk pindah angkot, tapi segera saya batalkan karena belum tentu juga angkot yang akan saya tumpangi itu langsung jalan. Hasilnya, saya pasrah menunggu. Jam sudah menunjukkan angka 11.00 WIB. Untunglah setelah angkot itu terisi beberapa penumpang, sang sopir segera  memacu angkotnya dengan kecepatan tinggi. Saya pun sampai di tujuan dalam waktu 15 menit.
Selanjutnya saya dan anak-anak turun dari angkot dan berjalan menuju mobil Kak Wiwek yang sudah menyongsong kami.Perjalanan menuju DFM pun dimulai. Mobil yang dikendarai Kak Wiwiek melaju dengan kecepatan sedang. Ujian kesabaran kembali menghadang. Ketika memasuki tol, ternyata kemacetan menghadang. Mobil merayap bagai kura-kura. Bahkan ketika di sebuah pintu tol mobil benar-benar tidak bergerak, entah apa yang terjadi.
Saya dan Kak Wiwiek sudah gelisah. Satu jam lagi menuju acara, sementara kami masih terjebak macet yang menggila di tol ini. Kak Wiwiek meminta saya menghubungi teman-teman lain yang mungkin sudah di perjalanan atau sudah sampai.
Saya menghubungi Mbak Haya, Mbak Santi dan Mbak ElSyifa. Mbak Santi sudah sampai di tujuan, sementara Mbak Haya dan Mbak Elsyifa masih dalam perjalanan. Dengan dipandu Kak Wiwiek yang sedang menyetir, saya meminta teman-teman yang sudah sampai untuk mengikuti sesi bedah buku sesuai dengan yang pernah kami lakukan di radio Dakta tempo hari. Untunglah Mbak Santi, Mbak Haya dan Mbak ElSyifa bersedia.
Alhamdulillah, akhirnya pukul 13.25 WIB kami berhasil keluar dari kemacetan itu dan sampai di DFM dengan selamat. Walaupun siaran sudah berlangsung selama setengah jam, saya bersyukur masih diijinkan untuk bergabung dalam siaran itu. Mas Vicky penyiar DFM siang itu berhasil membuat saya dan kak Wiwiek merasa nyaman karena terlambat setengah jam. Beliau mulai bertanya tentang tulisan kami di buku Detik Demi Detik. Sesi terakhir bedah buku ini diisi dengan menjawab beberapa pertanyaan pemirsa melalui SMS. Tiga orang yang beruntung mendapatkan buku Detik demi Detik yang sudah kami tanda tangani. Kami berharap semoga tulisan kami di buku itu bisa menjadi penyemangat bagi pembaca yang sedang mendapat ujian sakit atau yang sedang merawat keluarga atau saudara yang sakit.
Setengah jam kemudian, selesai sudah acara bedah buku ini. Sesuai dengan temanya yaitu perjuangan dan kesabaran dalam menghadapi penyakit dan merawat orang sakit. Hari ini kami juga sudah berjuang melawan kemacetan dengan segenap kesabaran dan keikhlasan hingga berbuah manis bertemu dengan penyiar dan teman-teman di radio DFM Jakarta.


Tak lupa kami mengabadikan kebersamaan ini dalam sebuah foto kenangan. 
Dari lubuk hati yang paling dalam saya ucapkan ribuan terima kasih kepada Mas Vicky, Mbak Lia dan  kru DFM atas kesempatan bedah buku ini. Mohon maaf atas keterlambatan yang di luar kemampuan kami. Terima kasih juga kepada Kak Wiwiek yang bersedia menunggu dan memberi tumpangan untukku. Terima kasih juga untuk Mbak Haya, Mbak Santi dan Mbak ElSyifa. Senang bertemu kalian lagi. Khusus untuk Mbak ElSyifa yang baru pertama kali bertemu langsung memberi kenang-kenangan berupa buku karyanya pada kami. Insyaallah ketemu lagi di acara lain ya temans. luv you all. ^_^