Sunday, May 20, 2012

Menjadi Guru Pembimbing Klub Penulis Cilik di SDIT Al-Muchtar

Alhamdulillah sejak awal Mei 2012, Kepala Sekolah SDIT Almuchtar Bekasi Utara menawarkan kepada saya untuk menjadi guru pembimbing Klub Penulis Cilik di sekolah tersebut. Tentunya dengan senang hati tawaran itu saya terima. Saya berharap dengan ilmu yang sedikit ini, akan lahir penulis-penulis cilik berbakat dari sekolah ini.
Sebelum memulai aktifitas ini, saya bertanya terlebih dahulu jumlah siswa yang akan saya bimbing. Ternyata menurut Kepala sekolah, murid-murid sangat antusias ketika mendengar kabar ini, sehingga hampir sebagian dari murid kelas 3 hingga kelas 5 yang mendaftar di kub ini. "Seratus anak lebih yang mendaftar Bu," ujar Bu Ema wakil kepala sekolah kepada saya siang itu.
Sungguh saya tak percaya dengan jumlah yang cukup besar itu. Perasaan saya campur aduk, antara senang dan bingung. Senang karena semangat dari anak-anak itu, dan bingung dengan waktu yang akan saya butuhkan untuk mengajar mereka.
Saya tidak ingin hanya sekadar mengajar. Saya ingin membimbing mereka satu persatu hingga menghasilkan tulisan yang layak. Mungkin keinginan saya ini terlalu muluk, tapi saya tidak akan menyerah dengan harapan saya ini. Sementara saya hanya bisa mengajar di klub  ini hanya pada hari sabtu. Karena pada hari biasa, saya tidak bisa meninggalkan Hauzan putra bungsu saya di rumah sendirian. Saya juga tidak mungkin membawanya ke sekolah. Saya khawatir konsentrasi saya mengajar akan terpecah karena sambil mengawasi Hauzan.  Setelah berembuk dengan guru dan kepala sekolah, saya pun sepakat untuk mengajar beberapa sesi. Satu kali pertemuan cukup satu jam. Murid-murid akan dibagi menjadi beberapa kelas. Agar mereka bisa mengikuti pelajaran menulis dengan nyaman.
Pada tanggal 5 Mei 2012, Klub Penulis Cilik SDIT Almuchtar pun dimulai. Alhamdulillah anak-anak sangat bersemangat dan antusias. Sesuai kesepakatan kelas dibagi menjadi 2 bagian. Kelas pertama pukul 8.00 hingga pukul 9.00 dan kelas berikutnya pukul  9.00 hingga 10.00. Untuk sesi perkenalan ini, saya hanya bercerita tentang asyiknya menjadi penulis. Saya meminta mereka membuat sebuah cerita dengan tema bebas. Tema yang paling mereka sukai. Hasilnya sungguh fantastis, dari seratus orang lebih yang datang hari itu, ada sekitar 50-an naskah yang saya baca dan saya nilai cukup menarik. Mereka mempunyai ide-ide yang luar biasa. Saya semakin tertantang untuk mengasah ide mereka itu menjadi sebuah cerita utuh yang layak untuk dinikmati semua orang.
Sampai Sabtu kemarin, sudah 3 kali pertemuan saya membimbing mereka. Jumlah murid memang sedikit berkurang, mungkin karena longweekend. Tapi semangat mereka masih menyala. Sejauh ini saya sudah memperkenalkan kepada mereka tentang mengembangkan ide dengan cara membuat pohon ide yang saya adaptasi dari gaya mengajar Mbak Ichen. Selanjutnya mereka juga saya bimbing untuk membuat karakter / tokoh yang oke dan akan selalu diingat yang saya referensinya saya dapatkan dari guru saya Mas Benny Rhamdani.  Masih banyak ilmu yang akan saya tularkan kepada mereka. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada saya. Semoga Allah selalu memberi kesehatan kepada saya agar saya tetap bisa membimbing mereka, dan bisa terus berbagi ilmu kepada yang menginginkannya.
Semoga saya bisa menumbuhkan semangat mereka untuk selalu menulis. ^_^

Wednesday, May 16, 2012

Kisah Inspirasi Sepatu Dahlan


                                              Sepatu Baruku Yang Malang
                                                  Oleh : Nelfi Syafrina

       Seumur hidupku, sudah banyak model sepatu yang aku kenakan. Tapi, hanya satu yang benar-benar kukenang hingga sekarang. Sepatu sandal warna oranye yang berpita di atasnya. Sepatu itu dibelikan bapakku ketika aku masih kecil dulu. Waktu itu usiaku 10 tahun.
                                                                 ***
         Hari ini, 20  hari sudah bulan Ramadhan kami lalui. Seperti biasa bapak pasti akan membelikan kami anak-anaknya baju lebaran, berikut sepatunya. Tapi sayangnya kali ini belum ada tanda-tanda ke arah itu. Bapak belum membicarakannya pada kami, aku dan ke dua adikku. Sebagaimana layaknya anak-anak, karena teman-teman kami sudah mempunyai pakaian dan sepatu baru, akhirnya aku memberanikan diri bertanya pada bapak.
        “Kapan beli sepatu barunya Pak?” tanyaku ketika kami buka puasa senja itu. Bapak hanya diam, beliau meneguk teh manis yang sudah tinggal setengah gelas itu. Kemudian beliau menarik napas dan berkata dengan suara lemah,” sabar ya Nak, bapak belum punya uang. Nanti kalau bapak sudah gajian, pasti bapak belikan.”
        Aku pun menggangguk, walau sedih, aku mengerti tentang kesulitan keuangan yang dialami keluarga kami. Setelah itu aku tidak bertanya lagi tentang sepatu untuk lebaran itu.
      Dua hari sebelum lebaran, bapak mengajakku dan adik-adikku ke pasar. Tak terkira senangnya aku, sepatu model terbaru sudah terbayang di depan mataku. Tak sampai setengah jam, kami sampai di pasar. Bapak mengajakku dan adik-adikku  memilih sepatu yang kami inginkan. Setelah menentukan pilihan, akhirnya Bapak membayar sepatu-sepatu itu. Aku menjatuhkan pilihanku pada sepatu sandal yang lucu. Sepatu sandal berwarna oranye dengan pita lucu di atasnya. Sudah lama aku ingin memiliki sepatu itu.
         Selanjutnya beliau mengajak kami ke toko pakaian. Satu jam kemudian, kami telah kembali berada di rumah.  Kami sudah membawa sepatu dan pakaian baru yang akan kami kenakan saat lebaran nanti.
        Malamnya seperti biasa, aku mengikuti salat tarawih bersama teman-temanku. Pada mereka kuceritakan tentang sepatu dan baju baru itu. “Kalau memang kamu sudah beli sepatu, coba pakai besok.” Tantang seorang teman. Aku pun setuju.
     Keesokan harinya, aku bermain di komplek perumahan kami. Aku pun mengenakan sepatu sandal itu untuk main. “Wah! Bagus banget sapatumu!” ujar teman-temanku sambil memandangi sepatuku. Mereka terus memandangi kakiku seolah sepatu itu adalah sepatu paling bagus di dunia. Tak terbayangkan senangnya hatiku karena pujian teman-temanku. Beberapa saat setelah itu, kami pun bermain petak umpet.
           Karena asyiknya bermain, tak terasa sudah hampir maghrib. Kamipun berlarian pulang ke rumah ketika mendengar suara sirine Jam Gadang berbunyi nyaring. Itu artinya saatnya berbuka. Keluarga kami tinggal di Bukittinggi, setiap bulan Ramadhan, sirine itu pasti akan berbunyi setiap masuk waktu imsak dan berbuka.
      Saat berlari dengan kencang, tiba-tiba sepatu sandal yang kukenakan terlepas dari kakiku. Sepatu itu melayang ke dalam saluran air yang ada di samping jalan yang kulewati. Sesaat aku terkejut. Untungnya aku segera tersadar kalau sepatuku telah melayang ke tempat yang salah.  Aku berlari,  berusaha meraih sepatuku yang sudah hanyut cukup jauh. Sayangnya karena arus air di saluran itu cukup deras karena habis hujan, sepatu itu tidak bisa kuraih.
     Aku tak mau berhenti sampai di situ. Aku terus mengejar sepatu itu yang semakin menjauh dari jangkauanku. Hingga sepatuku terus hanyut dibawa derasnya arus. Semenit kemudian, aku tidak  bisa lagi melihat sepatu baruku. Sepatu itu lenyap bersama derasnya air. Sementara itu teman-temanku sudah jauh meninggalkanku. Mungkin mereka sudah sampai di rumah. Aku hanya bisa menangis menyesali kejadian itu.
     Terngiang di telingaku saran bapak sebelum aku main tadi. “Sepatu itu kan untuk lebaran. Kenapa dipakai sekarang? Nanti saja dipakai ketika berangkat salat  ‘Id.”
     “Cuman sebentar kok Pak, soalnya aku sudah janji sama teman-teman.” Aku berkeras mengenakan sepatu itu. Inilah sekarang yang terjadi. Aku kehilangan sepatu baruku karena tidak mengikuti saran bapak.*

*Cerita ini diikutkan dalam lomba Kisah Inspirasi Sepatu Dahlan
This entry was posted in

Tuesday, May 8, 2012

Workshop Menulis Rubrik Gado-gado Majalah Femina


        Tangal 21 April bertepatan dengan hari Kartini, saya bersama 29 teman penulis wanita lainnya mendapat kesempatan untuk mengikuti workshop menulis untuk rubrik Gado-gado Majalah Femina. Kami mendapatkan kesempatan ini melalui sebuah kompetisi. Majalah Femina membuka kesempatan bagi umum untuk mengajukan diri sebagai peserta workshop ini. Mereka meminta calon peserta membuat biodata dan memberikan alasan ingin mengikuti workshop ini. Kesempatan ini terbatas untuk 30 orang pendaftar yang memenuhi syarat.
          Alhamdulillah saya beruntung menjadi salah satu peserta terpilih. Panitia menelepon saya dan mengatakan bahwa saya berhak mengikuti workshop ini pada hari, jam dan tempat yang telah ditentukan. Betapa senangnya saya mendengar kabar ini. “Dress code-nya blue shirt dan jeans ya Mbak, atau casual gitu deh!” ujar panitia itu di telepon.
       Tepat pukul 13.15 wib hari Sabtu itu, saya sampai di gedung SAE Institute Fx Lifestile X’Enter Sudirman Jakarta. Acara akan dimulai pukul 14.00 wib. Tapi sebelumnya kami harus registrasi dulu sebagai tanda kehadiran kami. Saat itu sudah lumayan banyak peserta workshop yang datang. Saya mengenal sebagian di antara mereka yang datang hari itu. Mereka adalah teman-teman saya dalam sebuah grup menulis di FB yaitu Grup Penulis Bacaan Anak. Kami terlibat percakapan seru sebelum acara dimulai.
          Pukul 14.00 wib, acara pun dimulai. Materi tentang cara menulis rubrik Gado-gado pun dibawakan dengan sangat detil oleh ibu Angela H wahyuningsih. ( Redaktur Eksekutif Majalah Femina) Selanjutnya beliau memberikan sesi tanya jawab. Hampir semua peserta workshop mengacungkan tangan ingin bertanya. Sayangnya hanya beberapa di antara kami saja yang mendapat kesempatan untuk bertanya karena keterbatasan waktu. Serunya, setiap peserta yang bertanya diberi sebuah bingkisan cantik.
        Ibu Angela memaparkan bahwa menulis untuk rubrik Gado-gado di Majalah Femina syaratnya cukup mudah. Tulisan harus berdasarkan fakta atau kejadian yang pernah terjadi, bisa dari pengalaman pribai atau orang lain. Tulisan disajikan dengan ringan dengan menyelipkan unsur humor namun sarat hikmah dan menyentuh perasaan. “Ada ‘sesuatu’ yang bisa diambil pembaca dari tulisan kita,” jelas Ibu Angela.
       “Paragraf awal biasanya menentukan apakah tulisan kita akan dibaca atau tidak, jadi buatlah paragraf awal yang memukau agar pembaca tertarik membaca tulisan kita.” Demikian tips dari Ibu Angela.
       “Visi Majalah Femina adalah menghargai wanita, jadi tulisan yang masuk ke redaksi kami harus yang menghargai wanita juga. Kami tidak menerima tulisan yang menjatuhkan harga diri wanita,” pungkas Ibu Angela. Terakhir Ibu Angela meminta kami membuat tulisan untuk rubrik ini. Beliau memberi tenggat selama 2 hari. Ada hadiah menarik bagi tulisan terbaik. Menurut beliau, majalahFemina juga menerima kiriman tulisan berupa cerpen, cerbung dan Oleh-oleh ( artikel traveling yang disertai foto pendukung) .
        Tak terasa waktu satu jam berlalu dengan sangat cepat. Setelah acara tanya jawab selesai, acara inipun ditutup dengan memberikan penghargaan kepada 3 orang peserta yang mengenakan pakaian terbaik ( Best Dress)
Selanjutnya panitia memberikan kenang-kenangan berupa goody bag dari Majalah Femina. Sebelum pulang, kami mengabadikan kebersamaan ini melalui foto bersama. Sungguh satu jam yang sangat berharga. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan ini. Semoga suatu hari tulisan saya akan dimuat di rubrik Gado-gado ini.