Wednesday, December 30, 2020

Cerita Bunda Nay dan Tetangga


          


  Suara Mang Karjo tukang sayur keliling terdengar memanggil ibu-ibu di blok A Perumahan Bidara Mas. Nanda sedang main game saat itu. Tiba-tiba dia ingat kalau tadi Bunda berpesan tolong panggil Bunda jika Mang Karjo lewat.

            “Bunda… Mang Karjo udah datang tuh!” teriak Nanda dari ruang keluarga. Dia masih asyik dengan gadgetnya. Ditunggunya suara Bunda menjawab seruannya. Ternyata Bunda belum menjawab. Nanda pun bangkit dari sofa dan berjalan ke kamar. Dia melihat Bunda sedang shalat Dhuha.

            Nanda menunggu Bunda selesai shalat sambil main game Among Us di tab-nya. “Mang Karjo sudah datang tuh Bun,” ujarnya ketika melihat Bunda sudah selesai berdoa. 

            “Oke, makasih ya, Nak,” Bunda bergegas melipat mukenanya. Selanjutnya beliau mengenakan jilbab marun dan berjalan keluar rumah. Tak lupa Bunda mengenakan masker kain berwarna marun juga. Masker itu diambil Bunda dalam kotak khusus tempat masker bersih siap pakai. Kotak tersebut terletak di atas meja ruang tamu. Sengaja beliau meletakkan di sana untuk memudahkan anggota keluarga mengambil masker jika ingin keluar rumah.

            “Bismillahi la yadhurru maasmihi syaiun fil ardhi walaa fissamaai. Wahuas saamiiul aliim.” Tambahan doa Bunda setelah membaca doa keluar rumah. Doa tambahan ini memang baru dibaca Bunda Nay setiap hendak keluar rumah sejak pandemi mewabah di Bekasi, kota mereka.

            Bunda Nay berjalan santai ke arah motor sayur Mang Karjo. Seperti biasa, Mang Karjo memarkir motornya di depan rumah Bude Mini. Menurut Mang  Karjo, di sana lebih adem. Karena di depan rumah Bude Mini ada pohon mangga yang cukup rimbun.

          Bunda Nay melihat sudah ada tiga orang tetangganya di sana. Dua menit berjalan, Bunda Nay sampai di sana. Beliau menyapa tetangganya dengan salam. 

            “Wah Bunda Nay rajin banget, masih pakai masker aja keluar rumah,” sapa Bu Dora, salah satu tetangga Bunda Nay.

            “Oh ini, kayaknya sudah jadi kebiasaan saya Bu Dora. Bu Dora mana maskernya?” goda Bunda Nay. Karena hanya dia yang mengenakan masker. Ibu-ibu lain tidak mengenakan masker. Sedangkan Mang Karjo hanya meletakkan maskernya di dagu.

            “Nggak perlulah Bunda Nay. Kita kan di sini aman-aman aja. Insyaallah nggak ada yang kena corona,” jawab Bu Dora sambil memilih sayuran yang akan dibelinya.

            “Aamiin…” ucap Bunda Nay tulus. Beliau berharap agar Allah melindungi warga kompleknya dan seluruh masyarakat lain agar terhindar dari corona. 

            “Lagian kita sudah capek-capek makai masker, cuci tangan, jaga jarak, eee malah orang-orang masih santai aja. Bahkan yang paling parah saya dengan berita ada perawat yang melakukan perbuatan asusila dengan pasien covid19 di Wisma Atlet. Bagaimana Allah mau mengusir virus ini, orangnya banyak yang berbuat maksiat begitu,” celetuk Bude Mini, tetangga Bunda Nay yang lain.  

            “Astaghfirullah…” serentak suara Ibu-ibu yang sedang berbelanja beristighfar. Bunda Nay sebenarnya juga sudah membaca berita itu dari media online. Sungguh hatinya hancur membaca berita tersebut. Ditambah lagi berita-berita sebelumnya yang tak kalah membuat terkejut.  

            “Kita hanya bisa berdoa dan berusaha agar keluarga kita terhindar dari hal seperti itu ya Bude. Ayo sama-sama kita bertobat agar Allah menjaga negara kita dari kehancuran moral. Kita awali dari keluarga kita dulu, jika setiap keluarga berdoa dan bertobat pada Allah, insyaallah akan Allah ijabah doanya ibu-ibu,” ucap Bunda Nay.

            “Hanya itu senjata terakhir kita Bunda Nay. Hanya bersabar, shalat dan berdoa,” tambah Bu Dora.

            “Sama memperbanyak sedekah ibu-ibu. Nih mumpung pada ngumpul di sini, sekalian saya mau ngasih tahu ya ibu-ibu. Insyaallah nanti di masjid kita, akan diselenggarakan Jumat Berbagi. Nah targetnya nanti akan kita bagikan sembako untuk warga RW kita dan RW tetangga yang terdampak covid ini Bu. Barangkali Ibu-ibu semua mau ikut bersedekah, meringankan beban mereka.” Bude Mini menyerahkan proposal yang dibawanya kepada Ibu-ibu yang sedang berbelanja sayur di Mang Karjo.

            “Huuu… bisa aja Bude Mini ini!” seru Bu Husna sambil menepuk lembut pundak Bude Mini diiringi tawa ibu-ibu yang sedang berbelanja sayur.

            “Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui namanya ini Bu,” jawab Bude Mini kalem. “Biar gak sering-sering keluar rumah, ya kan Bunda Nay?”

            Bunda Nay tersenyum sambil menggangguk. Walau senyumnya tidak terlihat, tapi matanya yang menyipit saat tersenyum seolah sudah memberitahu ibu-ibu komplek kalau dia setuju dengan pendapat Bude Mini.

            “Ayo Ibu-ibu, insyaallah sedekah juga bisa menolak musibah yang akan menimpa kita,” ajak Bunda Nay. Bunda Nay mengeluarkan uangnya dari dompet dan memberikannya pada Bude Mini. Mang Karjo ikut juga bersedekah diikuti ibu-ibu lain yang sedang berbelanja.

            “Semoga sedekah saya yang tak seberapa ini bisa menghindari saya dari musibah corona dan musibah lainnya ya Bude,” ujar Mang Karjo sambil menyerahkan uangnya ke Bude Mini. Ibu-ibu lainnya serentak mengaminkan. Allahumma aamiin ya Allah… [NS]

Tuesday, December 29, 2020

Obrolan Bunda dan Nanda



            Pagi ini Bunda dan Nanda sedang menyantap sarapan mereka di ruang keluarga. Abang dan kakak sedang tidak di rumah. Abang masih di boardingnya di Bogor. Sedangkan Kakak, masih di Malang, karena Kakak mahasiswa di Universitas Brawijaya. Sedangkan Bapak sudah berangkat kerja sejak pukul 6.00. 

            Keluarga Nanda jarang sekali makan bersama di meja makan. Mereka lebih suka sarapan, makan siang dan makan malam di ruang keluarga. Entah sejak kapan hal itu dimulai. Mereka mengambil nasi dan lauk dari meja makan, lalu membawa makanan tersebut ke ruang keluarga dan duduk bersama di sana sambil makan. 

            Kadang Bunda ikut membawa lauk dan sayur ke ruang keluarga agar anak dan suaminya lebih mudah jika ingin menambah sayur dan lauk. Di ruang keluarga itu ada karpet dan sofa. Nah mereka duduk melingkar setengah lingkaran di atas karpet tersebut. Ohya, ada televisi dan rak penuh buku juga di ruang keluarga mereka. 

            Biasanya setelah shalat subuh dan membaca Al Quran, Bunda menyalakan televisi. Beliau memilih chanel siaran langsung dari Makkah Al Mukarramah. Lantunan muratal mulai terdengar di rumah mereka menemani Bunda menyiapkan sarapan. Saat itu dulu, semua anggota keluarga sudah bersiap berangkat sekolah dan bekerja. Tapi saat ini hanya ada Nanda, Bunda dan Bapak di rumah. 

            Di tengah pandemi covid19 yang sudah hampir setahun ini, Nanda tidak bersiap untuk sekolah di pagi hari. Jadi kegiatan setelah subuhnya berganti menjadi main game di tab. Bunda mengingatkan Nanda agar main game di tab-nya cukup 2 jam saja. Nanda setuju dengan Bunda.

            “Bun, apakah Allah tidak mendengar doa kita bun?” celetuk Nanda ketika menyendok nasi goreng ke mulutnya.

            “Kenapa Nanda berpikir begitu?”

            “Karena virus corona sudah hampir setahun menyerang dunia. Kita selalu berdoa agar Allah menghentikan penularan virus ini. Tapi kayaknya orang yang kena virus ini makin banyak, Bun.”

            Bunda tersenyum. “Bunda rasa Allah sedang menolong kita sayang.”

            “Loh, kenapa Bunda berpikir begitu?” Nanda menelan nasi goreng yang ada di mulutnya lalu dia memandang Bunda dengan wajah penasaran.

            “Coba Nanda pikir, sejak ada virus ini, kita jadi lebih bersih kan? Kemana-mana pakai masker sehingga kita tidak menghirup debu atau virus yang tidak seharusnya masuk ke saluran napas kita. Lalu kita juga sering cuci tangan atau kita malah jadi sering berwudhu. Wudhu itu aja sudah menambah pahala kita. Jadi kita dapat bersihnya dan dapat pahala juga.”

            “Tapi kan beda Bun. Ini kesannya kan kita terpaksa memakai masker dan berwudhu atau cuci tangan.”

            “Insyaallah kalau kita niatkan karena Allah, kita lama-lama akan nyaman menjalankannya. Awalnya memang seperti terpaksa sih. Sama seperti kita melakukan shalat, puasa, sedekah, zakat dan lainnya. Itu awalnya pasti seperti terpaksa kan? Tapi lama-lama karena kita sudah biasa melakukannya, jadinya sudah tidak terpaksa lagi. Kita malah merasa ada yang kurang kalau tidak melakukannya.”

            “Tapi kayaknya kalau pakai masker kemana-mana itu juga nggak ada tuntunan dalam Al Quran dan hadist kan Bun?”

            “Benar sayang. Kalau pakai masker ini kan sarannya jika kita keluar rumah saja kan? Nah kalau kita di dalam rumah dan kita sehat, tidak perlu pakai masker. Kecuali kalau kita kena flu atau batuk, baru pakai masker di rumah. Nah tuntunan dalam hadist kan sebaiknya kita lebih baik berada di dalam rumah kecuali ada pekerjaan di luar rumah.”

            “Memang ada hadist seperti itu bun?”

            “Ada Nak, wanita dan anak-anak itu sebaiknya di rumah saja. Bunda lupa perawi hadistnya. Tapi Bunda pernah baca kurang lebih maknanya seperti itu.”

            “Aku pikir itu kan jadi melanggar hak asasi manusia untuk bernapas secara bebas bun?”

            “Justru itu melindungi hak asasi manusia karena menjaga manusia itu dari tertular virus ini. Karena virus ini menyebarnya melalui droplet kan. Makanya kita harus pakai masker jika berada di luar rumah. Tapi jika tidak ingin pakai masker, ya tetap di rumah saja. Insyaallah lebih aman di rumah kan?”

            Nanda terdiam. Murid kelas 4 SD itu mencerna kata-kata Bundanya. “Tapi kan jadinya aku nggak bisa main Bun. Itu kan hak aku juga main sama teman-temanku.” Nanda tiba-tiba ingat pelajaran hak dan kewajiban yang baru dia pelajari di kelas 4 ini.

            “Betul sayang, untuk itu Allah menyuruh kita bersabar. Sabar itu pahalanya banyak loh,” Bunda tersenyum memandang wajah cemberut putrinya.

            “Aku sudah bersabar Bun. Tapi banyak juga anak-anak lain yang masih main bebas dan nggak pakai masker tuh. Mereka juga belum tentu sering-sering mencuci tangan.”

            Bunda tersenyum lagi. “Tadi kan Bunda sudah bilang, sabar itu banyak pahalanya kan? Mungkin saja anak-anak itu tidak tahu ada pahala sabar. Nanda kan sudah tahu, makanya Nanda bersabar kan sayang?” Bunda mencubit pipi gembil Nanda. Nanda tersenyum malu. 

            “Ternyata begitu ya Bun?”

            “Betul sayang. Kita berbaik sangka aja terhadap ketentuan Allah ini ya. Kita juga harus berbaik sangka terhadap orang-orang yang belum bisa bersabar dalam ujian ini. Insyaallah semua ketentuan Allah ini ada hikmahnya.”

            “Tapi kenapa ya Bun, aku baca di internet orang-orang di negara tempat virus ini pertama ditemukan sudah bebas seperti biasa tuh Bun. Mereka sudah pesta-pesta dan kumpul-kumpul lagi. Mereka bahkan akan merayakan tahun baru dengan berbagai kegiatan dan pesta. Mereka juga banyak yang nggak pakai masker dan nggak jaga jarak juga. Apa Allah lebih memilih mendengar doa mereka daripada doa kita?” 

            “Loh kok begitu lagi pemikiran anak Bunda?” Bunda tersenyum sambil mengacak poni Nanda. 

            “Aku cuman pengen tahu aja Bun?”

            “Bunda tadi bilang kita berbaik sangka sama ketentuan Allah kan sayang? Jadi kita berpikir aja kalau Allah sedang menolong kita agar tidak berbuat maksiat jika keluar rumah. Contohnya kita tidak perlu ikut-ikutan berpesta, bisa saja saat berpesta itu ada maksiat di sana. Jadi kondisi sekarang ini menahan kita untuk tidak berbuat seperti itu kan?”

            “Tapi selama ini kita kan juga nggak pernah berpesta Bun? Kenapa kita juga ikut merasakan dampaknya?” 

            “Ujian Allah itu menimpa semua orang sayang. Nah bagi orang beriman, mereka akan bersabar dengan ujian ini. Saat ini Allah melihat kesungguhan kita beriman pada ketentuanNya, Nak. Allah sudah berjanji kan, setiap ada kesulitan, pasti ada kemudahan. Ingat kisah Nabi Ibrahim, beliau tetap yakin Allah menolong beliau walau beliau dibakar di api yang menyala oleh raja Namrudz.”

            “Demikian juga dengan Nabi Musa, yang tetap yakin bahwa Allah akan menolong beliau ketika berada di depan laut sedangkan ada Firaun dan tentaranya yang akan menyerang mereka. Allah akan menurunkan pertolonganNya di saat yang tepat, sayang. Jadi kita harus bersabar ya, Nak. Insyaallah segera Allah hentikan penularan virus ini.” Bunda mencium kepala Nanda. Beliau memeluk Nanda dengan lembut. Nanda mengangguk paham. Hanya doa dan sabar yang harus dilakukannya saat ini.

            Bunda bersyukur Nanda bisa menahan diri untuk tidak main di luar rumah selama beberapa bulan ini. Ketika Nanda sangat ingin keluar rumah, Nanda pun bersedia mengenakan masker. Dan menjaga jarak dengan temannya. Serta sering mencuci tangan. Bertemu temannya itu juga hanya sesekali dilakukan Nanda jika dia kangen sekali pada temannya yang juga tetangganya. [NS]

Friday, December 11, 2020

Sabar dan Syukur

Bismillahirrahmanirrahim
Sama seperti cuaca yang selalu berubah silih berganti. Kadang cuaca cerah, kadang berawan, kadang mendung. Tapi di setiap perubahan cuaca itu ada keindahan tersendiri. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.
Demikian juga dengan "cuaca" kehidupan kita. Kadang cerah ceria, kadang berawan duka yang mungkin juga berselimut mendung kesedihan. Tapi setiap cuaca kehidupan itu juga Allah sediakan keindahan atau hikmah tersendiri untuk kita.
Tidak bahagia berlebihan ketika cuaca kehidupan cerah ceria, tidak sedih berkepanjangan ketika cuaca kehidupan diselimuti mendung kelabu. Tetap di pertengahan dalam sikap syukur atas semua yang Allah berikan.
Carilah hikmah keindahan di setiap cuaca kehidupan yang menghampiri. Semoga Allah selalu meridhai dan memberkahi kita. Aamiin...