Tuesday, June 30, 2020

Skenario

Siapa nama gebetan, lo?” tanya Rani antusias padaku.

            “Ryan,” jawabku singkat. Saat itu kami sedang menikmati sore di kamar asrama. Aku adalah salah satu siswa di sekolah perawat kesehatan. Kami memang tinggal di asrama untuk mempermudah belajar. Karena kegiatan sekolah kami yang sangat padat.

            Sore itu aku dan Rani teman satu bed-ku sedang ngerumpi tentang gebetan kami ketika kami di SMP dulu. 

            “Trus, kenapa lo nggak jadian sama dia?”

            “Dia sudah punya pacar.” Aku merapikan buku-bukuku. Ryan yang kusukai memang sudah memiliki kekasih. Dialah salah satu alasan kenapa aku memilih melanjutkan sekolah di SPK ini. Aku tidak ingin melihatnya lagi. Aku sengaja menghindarinya agar aku bisa melupakannya. Apa enaknya menyukai seseorang dengan cara seperti ini? Bertepuk sebelah tangan? Mungkin begitulah pepatah yangtepat untuk kisahku. 

Wednesday, June 17, 2020

Cindaku

Sore itu di rumah sakit Haikal terbaring lemah di tempat tidur. Lengan kirinya diinfus untuk menambah cairan tubuhnya. Serena memandang adiknya dengan perasaan khawatir. Nenek termenung seperti memikirkan sesuatu. 
“Kalau kalian mendengar kata nenek, pasti tidak akan seperti ini jadinya. Kalian nggak bisa dilarang sih!” gerutu Nenek pada Haikal. Nenek memang selalu melarang Serena dan adik-adiknya menerima pemberian tetangga yang juga kerabat mereka. 
“Sudahlah Nek. Lagi pula tidak mungkin Tek Ati sejahat itu,” ucap Serena. Tek Ati adalah kerabat mereka. Beliau memberi Haikal sepiring ketan minggu lalu. Sejak saat itu badan Haikal panas tinggi bahkan sampai muntah. Tek Ati mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Salman. Sejak ayahnya meninggal, Salman-lah yang menggarap kebun dan sawah milik keluarga Serena. Usia Salman tiga tahun lebih tua dari Serena. 

Tuesday, June 16, 2020

Ulangan Fisika

            “Ngapain lo bengong pagi-pagi gini?” Putra menepuk pundakku. Aku menoleh dan tersenyum kecut.
            “Ngantuk gue. Semalem gue jagain kakek di rumah sakit. Asma beliau kumat,” sahutku sambil meregangkan badan. Aku berdiri dan menarik napas dalam. Kuangkat tanganku ke atas. Kutarik lembut tanganku hingga kurasakan semua otot dan sendiku meregang. Rasa pegal di seluruh badanku sedikit berkurang. Setelah itu aku duduk kembali di bangku.
            Pagi ini kelasku sudah riuh rendah oleh suara teman-temanku. Jam pelajaran pertama, akan ada ulangan Fisika. Beberapa temanku terlihat asyik membaca catatan mereka. sedangkan aku, aku masih bengong di depan buku catatanku. Kurang tidur beberapa hari ini membuatku kehilangan semangat belajar.

Monday, June 8, 2020

My Dare 2

Pintu kamar Bu Ira tertutup. Aku berdoa semoga Bu Ira sedang keluar, sehingga aku tidak perlu menyelesaikan tantangan gila ini. ketika aku mendekat, ternyata kulihat jendela kamar Bu Ira sedikit terbuka. Itu artinya dia ada di dalam kamar. Aku menarik napas mengumpulkan kekuatan. Lalu perlahan kuketuk pintu kamar Dewi Penjagal itu. Begitu julukan yang diberikan teman-temanku pada Bu Ira.
“Assalamualaikum Bu Ira,” sapaku setelah mengetuk pintu. Bu Ira tidak menyahut. Sepertinya wanita paruh baya ini sedang tidur. Aku lega. Kuintip keberadaannya di jendela. Kasurnya berhadapan langsung dengan jendela. Aku memang harus melakukan itu agar teman-temanku tidak berpikir aku berbohong nanti.  

Sunday, June 7, 2020

My Dare

Selesai sudah ulangan semester kali ini. Aku bergegas menuju kamarku dan mengempaskan badanku di atas kasur. Teman-temanku yang lain menyusulku di belakang. Beberapa temanku yang lain sudah masuk kamar lebih dulu. 
            “Merdeka!” teriak mereka satu persatu ketika masuk kamar.(Kayak abis perang aja) Kami tinggal di asrama. Satu kamar berukuran 12 x 6 Meter ini terdapat 10 tempat tidur bertingkat. Di dinding sebelah kiri terdapat dua puluh pintu lemari berukuran 1,5 x 1x 0,5 Meter, menjulang hingga ke langit-langit kamar. Panjang lemari nyaris mendekati pintu kamar kami.

Wednesday, June 3, 2020

DIpecat 2

         “Widi, rasanya sudah tidak ada yang kurang, kan? Coba kamu ingat-ingat kira-kira apa pekerjaan yang belum kita kerjakan, masalahnya pagi ini suster Keni si pencatat dosa sudah datang,” Farah sibuk merapikan kembali laporan tugas mereka malam tadi.
       “Saya rasa sudah semua Mbak.”
        Farah mulai membacakan laporan tugas mereka malam tadi kepada rekan sejawatnya yang bertugas pagi ini. Sementara itu Widi merapikan beberapa kamar pasien yang belum sempat dirapikannya tadi.
      Suster Marni koordinator ruangan itu menemani Suster Keni  untuk mengunjungi pasien- pasien ke kamar mereka. Suster Keni sudah datang sejak jam tujuh tadi pagi.

Tuesday, June 2, 2020

Dipecat 1

         “Assalamualaikum Pak Irwan, apa kabar?” sapa Widi kepada pasiennya saat jam pergantian dinas malam. Widi adalah seorang perawat di RS Harapan Kasih di Jakarta.  Sudah dua tahun dia bekerja di rumah sakit itu. Gadis berlesung pipi ini berasal dari Bukittinggi Sumatera Barat. Dia merantau ke Jakarta bersama temannya. Widi berhasil lolos pada sesi wawancara kerja, sementara temannya tidak lolos. Widi bersyukur bisa bekerja di salah satu rumah sakit swasta terbesar di Jakarta ini.
        “Waalaikumsalam, baik suster Widi, oh ya, nanti malam masih ada suntikan amoxilin kan suster?” Pak Irwan balik bertanya.
        “Iya Pak, masih ada satu kali lagi, untuk jam dua belas malam. Maaf loh mengganggu tidur Bapak lagi dengan suntikan Amoxilin itu,” jelas Widi tersenyum.

Monday, June 1, 2020

Jaga Malam 2

Tidak ada yang perlu ditakutkan, gumamku dalam hati. Aku mempercepat langkah.  Koridor menuju ruang internis terasa makin jauh dari biasanya. Entah kenapa, malam ini, perasaanku dihantui rasa takut. Apalagi  gerimis yang membasahi Bukittinggi, kotaku, semakin membuat suasana terasa mencekam. Padahal saat ini masih pukul 11.00 malam. 
Tok... tok... tok... suara sepatuku memecah kesunyian malam. Angin malam yang cukup kencang kembali menampar tubuhku. Seiring kepergian angin itu, aku mencium aroma kembang sedap malam. Bulu halus di tengkukku berdiri. Setahuku, tidak ada kembang sedap malam yang ditanam disekitar koridor ini. Ah sudahlah, jangan berpikiran macam-macam Nia. Aku memaksa diri untuk menghilangkan rasa takut.