Pagi ini saya mendapat pertanyaan dari seorang teman. "Bekicot itu
haram kan?" Bukan tanpa alasan dia bertanya seperti itu. Karena dia tahu
saya menulis sebuah novel anak (Kania's Dream) yang temanya tentang
mengolah bekicot sawah atau yang sering disebut tutut menjadi makanan
lezat. Kalau di kampung saya di Bukittinggi Sumbar, bekicot sawah ini
kami sebut cipuik. Sepengetahuan saya cipuik atau tutut biasa
dikonsumsi warga desa yang di sekitar rumah mereka banyak sawah. Karena bekicot ini hidup di sawah.
Warga mengkonsumsinya mungkin sejak ratusan tahun lalu. Pertanyaannya apakah tutut atau cipuik ini termasuk kategori yang diharamkan oleh MUI? Karena sebagai umat muslim Indonesia, segala sesuatu yang menyangkut fatwa halal dan haramnya sebuah makanan atau produk tergantung dari kesepakatan ulama dalam hal ini MUI. Tentu saja saya sudah mencari tahu sebelumnya akan kehalalan bekicot ini. Sayangnya yang saya temui di beberapa website termasuk website MUI saat saya menulis novel anak tersebut mengatakan bahwa kehalalan bekicot masih diteliti.
Lalu bagaimana dengan tutut atau cipuik? Meskipun mereka satu keluarga, tapi bentuk dan ukuran bekicot biasa yang kita temukan di taman atau dekat tanaman dengan bekicot sawah/tutut itu sangat berbeda. Bekicot sawah berukuran kecil, paling besar se ibu jari, sedangkan bekicot biasa berukuran lima sampai sepuluh kali lebih besar dari itu.Dari segi bentuknya juga berbeda.
Bekicot sawah setahu saya tidak berlendir, saya juga tidak pernah melihat semacam antena (mata) pada bekicot sawah Atau barangkali saya belum pernah melihat lendir dan matanya. Karena selama ini biasanya setelah saya ambil di sawah, bekicot tersebut saya masukkan ke dalam air dan didiamkan sehari untuk mengeluarkan lumpur sawah. Sedangkan bekicot biasa ketika berjalan saja memang terlihat menjijikkan karena adanya lendir di badannya dan dengan sepasang antena (mata) yang menyerupai alien (menurut saya) Lalu kenapa saya harus membahas ini?
Begini, ternyata setelah saya mendapat pertanyaan mengenai kehalalan bekicot seperti yang diawal saya tulis, berapa menit kemudian teman saya yang lainnya mengirimkan link yang menyatakan kalau MUI telah menetapkan bahwa bekicot itu haram. Dalam link tersebut mengatakan bahwa membudidayakannya juga termasuk haram. Karena saya menulis tentang bekicot sawah, tentunya saya ingin tahu bagaimana hukumnya dengan buku yang sudah terlanjur saya tulis? Karena cerita di dalamnya berkaitan dengan mengajar anak menngolah masakan dari bekicot sawah.
Saya berharap novel ini tidak akan menimbulkan banyak pertanyaan menyangkut isi ceritanya. Seperti yang ditanyakan teman saya di atas tadi. Kalau pun nanti ada pertanyaan dari anak-anak atau orangtua mereka mengenai hal ini, saya harap petugas yang berwenang, dalam hal ini MUI bisa menjelasnnya pada saya dan pada pembaca cilik saya. Saya tunggu masukan dari teman-teman semua. Terima kasih sebelumnya. Ohya berikut kaver novel anak yang saya tulis itu. Mungkin ada dari pembaca yang sudah membacanya dan bisa memberikan masukan tentang kehalalan bekicot sawah ini.
catatan :
Link fatwa bekicot itu haram : http://news.detik.com/read/2013/03/20/085051/2198530/10/fatwa-mui-bekicot-haram-dimakan?topnews
dikonsumsi warga desa yang di sekitar rumah mereka banyak sawah. Karena bekicot ini hidup di sawah.
Warga mengkonsumsinya mungkin sejak ratusan tahun lalu. Pertanyaannya apakah tutut atau cipuik ini termasuk kategori yang diharamkan oleh MUI? Karena sebagai umat muslim Indonesia, segala sesuatu yang menyangkut fatwa halal dan haramnya sebuah makanan atau produk tergantung dari kesepakatan ulama dalam hal ini MUI. Tentu saja saya sudah mencari tahu sebelumnya akan kehalalan bekicot ini. Sayangnya yang saya temui di beberapa website termasuk website MUI saat saya menulis novel anak tersebut mengatakan bahwa kehalalan bekicot masih diteliti.
Lalu bagaimana dengan tutut atau cipuik? Meskipun mereka satu keluarga, tapi bentuk dan ukuran bekicot biasa yang kita temukan di taman atau dekat tanaman dengan bekicot sawah/tutut itu sangat berbeda. Bekicot sawah berukuran kecil, paling besar se ibu jari, sedangkan bekicot biasa berukuran lima sampai sepuluh kali lebih besar dari itu.Dari segi bentuknya juga berbeda.
Bekicot sawah setahu saya tidak berlendir, saya juga tidak pernah melihat semacam antena (mata) pada bekicot sawah Atau barangkali saya belum pernah melihat lendir dan matanya. Karena selama ini biasanya setelah saya ambil di sawah, bekicot tersebut saya masukkan ke dalam air dan didiamkan sehari untuk mengeluarkan lumpur sawah. Sedangkan bekicot biasa ketika berjalan saja memang terlihat menjijikkan karena adanya lendir di badannya dan dengan sepasang antena (mata) yang menyerupai alien (menurut saya) Lalu kenapa saya harus membahas ini?
Begini, ternyata setelah saya mendapat pertanyaan mengenai kehalalan bekicot seperti yang diawal saya tulis, berapa menit kemudian teman saya yang lainnya mengirimkan link yang menyatakan kalau MUI telah menetapkan bahwa bekicot itu haram. Dalam link tersebut mengatakan bahwa membudidayakannya juga termasuk haram. Karena saya menulis tentang bekicot sawah, tentunya saya ingin tahu bagaimana hukumnya dengan buku yang sudah terlanjur saya tulis? Karena cerita di dalamnya berkaitan dengan mengajar anak menngolah masakan dari bekicot sawah.
Saya berharap novel ini tidak akan menimbulkan banyak pertanyaan menyangkut isi ceritanya. Seperti yang ditanyakan teman saya di atas tadi. Kalau pun nanti ada pertanyaan dari anak-anak atau orangtua mereka mengenai hal ini, saya harap petugas yang berwenang, dalam hal ini MUI bisa menjelasnnya pada saya dan pada pembaca cilik saya. Saya tunggu masukan dari teman-teman semua. Terima kasih sebelumnya. Ohya berikut kaver novel anak yang saya tulis itu. Mungkin ada dari pembaca yang sudah membacanya dan bisa memberikan masukan tentang kehalalan bekicot sawah ini.
catatan :
Link fatwa bekicot itu haram : http://news.detik.com/read/2013/03/20/085051/2198530/10/fatwa-mui-bekicot-haram-dimakan?topnews
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. ^_^