Monday, February 24, 2020

Nurse Station Bougenville 2


“Astaghfirullah alazhim,” gumamku dan berusaha keras menghilangkan pikiran aneh yang menyusup di kepalaku. Aku buru-buru kembali ke nurse station. Aku sangat yakin, wajahku pasti pias saat ini. Tapi aku harus berusaha mengendalikan diri. Jangan sampai Ine dan Sofi mengetahuinya dan ikut berpikir yang aneh-aneh. Bisa-bisa mereka takut dan kami tidak akan tenang melaksanakan tugas sampai pagi.
Untunglah pekerjaanku sudah selesai. Hanya tinggal mengantar formulir ini ke laboratorium. Walau agak gugup, aku berusaha berpikir, bahwa mungkin suara anak-anak yang kudengar tadi, berasal dari lorong lantai 4. Karena malam ini sangat sunyi, jadi suara mereka jadi terdengar jelas hingga ke lantai lima.
“Kenapa Kak? Kok kayak orang bingung gitu?” tanya Ine begitu aku sampai di nurse stasion. Kulihat Ine sedang mengelap tangannya. 
“Ah enggak. Tadi kupikir aku mendengar suara anak-anak berisik di lorong kanan. Jadi aku berencana mengingatkan mereka. Tapi sepertinya mereka tidak di sini,” sahutku tenang. 
“Aku ke lab dulu ya,” pamitku pada mereka. Kurasa mungkin dengan jalan-jalan ke laboratorium, perasaan aneh tadi akan segera berkurang.
“Oke. Nitip snack malam sekalian Kak,” pinta Ine ketika aku menunggu pintu lift terbuka.
“Oke.” Aku segera masuk lift dengan formulir laboratorium di tanganku. Ketika pintu lift menutup, aku kembali mendengar tawa anak-anak itu. hahaha .... suara yang sangat riang seolah bermain bersama dengan teman-temannya. Aku merinding. Segera kulantunkan ayat kursi dalam hati. 
Aku tidak perlu menunggu lama untuk sampai di laboratorium. Karena lift yang kutumpangi langsung menuju lantai satu, tanpa berhenti di lantai mana pun. Aku sangat bersyukur untuk itu. Karena selama di dalam lift pikiran aneh itu selalu menghantuiku. Bagaimana kalau ternyata anak-anak yang tadi tertawa riang itu bukan manusia. Bagaimana jika mereka masuk ke dalam lift. 
Secara normal, mana ada anak-anak di rumah sakit untuk bermain-main di tengah malam begini. Begitulah pikiran yang terlintas di kepalaku. Hiiyyy... Aku memohon pada Allah agar aku tidak dipertemukan makhluk dari dunia lain itu.
Begitu lift terbuka di lantai satu, aku bergegas keluar lift dan berbelok ke kanan. Di depanku, ruang UGD terlihat penuh. Beberapa rekan perawat terlihat sibuk menerima pasien. Aku meneruskan langkah ke laboratorium. Selesai dari laboratorium, aku bergegas ke pantri utama, untuk mengambil snack malam kami dan segera kembali ke nurse station. Jangan sampai Ine dan Sofi bertanya-tanya kenapa aku terlalu lama di laboratorium. Kutunggu pintu lift membuka dengan perasaan tak sabar. 
“Nggak ada anak-anak di sini Mbak. Lagian ini kan sudah malam, nggak mungkinlah satpam nggak mengusir mereka kalau mereka berisik di sini,” terdengar suara Ine menjawab telepon dengan nada kesal. Aku baru saja keluar lift saat itu. Aku kembali bergidik.
“Ada apa Ine?” Tanyaku pura-pura tidak mendengar. Ine langsung menjelaskan dengan kesal tentang perawat Nurse Station Kenanga yang meminta kami untuk menyuruh anak-anak berhenti bercanda. 
“Aku nggak melihat anak-anak di sini dari tadi Kak,” ujar Ine kesal. Sepertinya perawat Nurse Station Kenanga tidak percaya dengan ucapannya.
“Sudahlah, mungkin sebaiknya kita membaca ayat kursi atau membaca AlQuran sekalian. Sebenarnya aku juga mendengarnya tadi. Aku bahkan sudah berusaha untuk menghentikan anak-anak itu. Tapi kenyataannya, mereka memang tidak ada,” ujarku setenang mungkin. 
“Aku juga mendengarnya Kak,” timpal Sofi. Sebelum suara tawa anak-anak itu kembali bergema, kami buru-buru membaca ayat kursi. Rasanya ingin sekali pagi menjelang. Kami bahkan mengharapkan semua pasien meminta bantuan pada kami. Agar kami merasa aman di kamar pasien-pasien itu.
Jam di tanganku menunjukkan angka 2.30 rasanya waktu berjalan seperti siput. Biasanya kalau pekerjaan sudah selesai seperti ini, aku akan mengecek pasienku. Tapi menurut Sofi dan Ine, semua pasien sudah tidur nyeyak. Dan semua infus juga sudah diganti. Tidak ada pasien yang perlu perhatian khusus lagi. Aku jadi urung melihat pasien.
Untuk mengusir rasa kantuk dan takutku, aku mencoba membaca buku ensiklopedi kesehatan yang selalu berada di samping rak medical record pasien. Karena rasanya kami sudah bercerita banyak hal dari tadi untuk menghilangkan rasa takut. Sepertinya suara anak-anak itu juga sudah tidak terdengar lagi. Dan perasaan kami sudah mulai tenang.
“Pasien saya di kamar berapa Lis?” suara bariton itu mengagetkanku ketika aku asyik membaca ensiklopedi kesehatan. Kami semua memandang ke arah datangnya suara itu. Dokter Tomy menatapku dengan wajah letih.
“Eh Dokter Tomy, nggak jadi pulang?” tanyaku bingung. “Nggak ada pasien baru di sini Dokter. Mungkin di ruang lain?”
Kulihat wajah dokter Tomy pucat. Sepertinya dia sangat kelelahan. Rasa kasihan menjalar di hatiku ketika melihat dokter spesialis syaraf ini. Jam segini saja beliau masih di sini. Kapan istirahatnya? Padahal besok jam 8 pagi beliau sudah harus memeriksa pasien lagi.
“Oh, oke. Terima kasih ya,” beliau pun berlalu masuk ke dalam lift yang sudah terbuka. Sejenak aku berpikir, aku tidak melihat dokter Tomy memencet lift itu tadi. Aku juga tidak melihat seseorang keluar dari lift itu. Tapi kenapa lift itu tiba-tiba terbuka. Nggak mungkin kan dokter Tomy keluar lift tadi, langsung memencet tombol turun lift. Lagian, kalau beliau memencetnya, harusnya lift itu sudah terbuka dari tadi. Ah sudahlah, untuk apa berpikir yang aneh-aneh. Aku kembali menepis pikiran aneh itu. 
Akhirnya waktu pun berlalu. Tidak ada suara tawa anak-anak lagi yang mengganggu kami. Sebentar lagi kami akan mengakhiri tugas malam kami dengan memberikan laporan kepada rekan yang bertugas pagi ini. 
“Para suster, sebelum kita memulai tugas kita pagi ini, izinkan saya mengumumkan sebuah berita duka. Saya baru mendapat kabar bahwa dokter Tomy wafat. Beliau terkena serangan stroke semalam. Nyawa beliau tidak tertolong, karena tidak satu pun keluarga beliau yang tahu beliau jatuh di kamar mandi.” Ucapan suster Yeni, suster kepala Nurse Station Bougenvile, langsung membuat mataku berkunang-kunang. Aku tidak bisa menahan tubuhku untuk tidak ambruk. Aku pingsan!
                                                            ***

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. ^_^