Wednesday, June 3, 2020

DIpecat 2

         “Widi, rasanya sudah tidak ada yang kurang, kan? Coba kamu ingat-ingat kira-kira apa pekerjaan yang belum kita kerjakan, masalahnya pagi ini suster Keni si pencatat dosa sudah datang,” Farah sibuk merapikan kembali laporan tugas mereka malam tadi.
       “Saya rasa sudah semua Mbak.”
        Farah mulai membacakan laporan tugas mereka malam tadi kepada rekan sejawatnya yang bertugas pagi ini. Sementara itu Widi merapikan beberapa kamar pasien yang belum sempat dirapikannya tadi.
      Suster Marni koordinator ruangan itu menemani Suster Keni  untuk mengunjungi pasien- pasien ke kamar mereka. Suster Keni sudah datang sejak jam tujuh tadi pagi.
    “Akhirnya selesai juga tugas kitaWid, ayo kita pulang,” ujar Farah setelah semua tugas sudah dilaporkan. Widi dan Farah segera berjalan menuju loker tempat mereka menyimpan tas mereka. Guratan kelelahan terlihat jelas di wajah dan mata mereka. Tapi mereka bersyukur semua pekerjaan mala mini telah selesai mereka lakukan.
      “Suster-suster, tunggu sebentar!” panggil Suster Marni ketika mereka berdua melangkah meninggalkan Nurse Station itu.
      Widi dan Farah saling berpandangan, kedua perawat itu saling mengangkat bahu mereka, dengan setengah bingung mereka berdua segera menghampiri Suster Marni.
     “Kalian berdua ditunggu di ruangan Dokter Feni, sekarang.” Dokter Feni adalah Kepala Rumah Sakit tempat mereka bekerja.
     “Ada masalah apa Bu, kenapa kami harus ke ruangan Dokter Feni?” Tanya Farah bingung, karena kalau keruangan Dokter Feni, berarti ada kesalahan besar yang sudah mereka lakukan, apakah ada hubungannya dengan kematian Ibu Ningrum semalam. Tapi mereka sudah melakukan tugas sesuai prosedur RS ini. Di samping itu dokter Ridwan pun berada di sana saat Ibu Ningrum menghembuskan nafas terakhirnya. Mereka yakin seyakin-yakinnya tidak ada yang salah dengan prosedur yang mereka lakukan pada Ibu Ningrum.
      “Ibu tidak tahu, Aduh! Ibu tidak habis fikir, kenapa suster Keni yang langsung menemukan masalah kalian, kenapa bukan Ibu?” Sesal suster Marni. Jawaban suster Marni semakin menciutkan nyali mereka.
     “Ayo buruan, kalian sudah di tunggu di ruangan Dokter Feni.” Suster Marni melangkah menuju ruangan Dokter Feni diiringi oleh Widi dan Farah yang berjalan dengan jantung berdebar.
     Widi mulai membaca zikir dalam hati, karena hanya itu yang membuat dia merasa tenang.
       “Selamat pagi Dok,” Farah dan Widi menyapa Dokter Feni.
       “Hmm, pagi, silahkan duduk,” jawab Dokter Feni dingin.
       “Semalam siapa yang bertugas memberikan obat kepada pasien,” Dokter Feni dengan wajah masamnya mulai melancarkan pertanyaan.
       “Seharusnya saya Dokter,” sahut Widi. Pikirannya tertuju kepada amoxilin yang tidak sempat diberikannya kepada Pak Irwan.
        “Obat apa yang sudah kamu berikan kepada Pak Irwan?”
    Pak Irwan? Widi mengernyitkan alisnya, Farah yang mengambil alih tugasnya itu, karena semalaman Widi memantau Ibu Ningrum yang akhirnya meninggal.
         “Ayo jawab!” bentak dokter Feni.
          “Subhanallah!” Widi terlonjak kaget
          “Semalam saya tidak memberikan obat apapun kepada Pak Irwan dokter, karena saya bersama Dokter Ridwan sedang berada di kamar Ibu Ningrum,” sahut Widi.
         “Kamu jangan berkilah, karena Pak Irwan mengatakan obat yang biasa diberikan kepadanya tidak sama dengan yang dia dapatkan tadi malam.”
        “Maaf dokter, saya yang seharusnya memberikan Amoxilin kepada pak Irwan, tapi karena semalam keadaan Ibu Ningrum yang memburuk, saya lupa memberikan obat itu. jadi tidak ada seorang pun yang menyuntikkan obat kepada Pak Irwan” jelas Farah.
         “Saya tidak percaya, karena pasien sendiri yang mengatakan hal itu kepada suster Keni, dan karena  kesalahan yang kalian lakukan maka segera buat surat pengunduran diri kalian, mulai saat ini kalian berdua  DIPECAT!”
        “Tapi dokter, ijinkan kami menanyakan hal itu kepada Pak Irwan dulu” Widi dan Farah berusaha membela diri.
       “Tidak perlu, kalian berdua silahkan meninggalkan ruangan saya.”
       Dengan langkah lunglai kedua perawat yang baru saja kehilangan pekerjaan mereka, segera meninggalkan tempat itu.
                                                                   ***
         “Suster Marni beberapa hari ini saya tidak melihat suter Widi dan suster Farah.” Pak Irwan muncul di depan Nurse Station ketika pamit hendak pulang.
         “Iya Pak, mereka sudah tidak bekerja di sini lagi.”
         “Tidak bekerja di sini, padahal saya mau menanyakan kenapa suster Widi  tidak menyuntikan obat saya sewaktu dia jaga malam kemarin. Sampai sampai saya ketiduran dan bermimpi suster Widi salah menyuntikan obat.” Suster Marni tercekat mendengar penuturan Pak Irwan.
                                                                      ***
  Catatan :  Syiring Pump : alat elektrik untuk memasukkan obat ke dalam tubuh pasien. Biasanya disambungkan ke selang infus. 
  Triway : istilah untuk alat yang digunakan untuk menyambungkan satu selang infus dengan selang infus yang lain.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. ^_^