Sunday, July 5, 2020

Raibnya Tape Recoreder (2)

Keesokan paginya saya teringat lagi dengan lintasan pikiran saya semalam, saya menceritakannya kepada Ni Ira. 

“Kalau begitu kita harus memperhatikan gerak-gerik Eno,” saran Ni Ira.

“Kita perhatikan kegiatannya tapi jangan terlalu mencolok,” tambah Ni Ira lagi. Saya mengiyakan saran Ni Ira. Untuk memulai misi ini, saya pun mulai berakrab-akrab dengan Eno dengan tidak melupakan terus berdoa dengan ikhlas kepada Allah. 

Dalam doa saya kali ini, saya mohon kepada Allah, jika memang yang mengambil mini tape itu Eno, tolong bantu saya agar saya bisa mengungkapnya, dan Eno mau mengembalikannya. Namun jika bukan Eno yang mengambilnya, maka ampuni saya yang telah berprasangka kepada Eno.

  Allah mengabulkan doa saya. Setelah saya mulai akrab, Eno pun bercerita kepada saya tentang seorang cowok yang sedang di taksirnya. Cowok itu sekarang sedang PKL (Praktek Kerja Lapangan) di sebuah hotel yang tidak begitu jauh dari asrama kami. 

“Kami lagi pedekate,” demikian ceritanya. “Nelfi bantuin dong gimana caranya biar saya jadi pacaran sama dia,” dia minta saran saya. 

Saya sebenarnya risih mendengarkan hal ini. Di samping saya belum mengenal cowok, saya juga tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk mendekati cowok. Bagi saya sangatlah tabu jika cewek yang harus mengejar-ngejar cowok. Tapi mengingat misi itu, akhirnya dengan ngasal saya sarankan untuk memberi cowok yang ditaksirnya itu sebuah hadiah. 

“Udah Nel.., saya baru saja memberinya hadiah. Dia senang dapet hadiah dari saya.” 

Tanpa diduga Eno mengatakan sesuatu yang membuat saya terkejut. Entah mengapa ketika Eno menyatakan hal itu, jantung saya berdebar-debar. Pikiran saya langsung kepada mini tape itu. Saya berusaha menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh. Saya tidak mau misi saya berantakan sia-sia, hanya karena kecerobohan saya.

Satu ide muncul dari pikiran saya. Saya harus mencari tahu cowok yang dimaksud Eno. Kebetulan dia tadi menyebutkan nama dan hotel di mana cowok itu PKL. Saya kembali bersyukur kepada Allah atas jalan yang sudah sedikit terang ini. 

Saya sebenarnya tidak enak hati dengan Siti yang entah berapa kali  menanyakan mini tapenya. Saya hanya bisa minta maaf dan berharap dia bersabar. Kemarin saya sempat mencari toko tempat menjual mini tape. Untuk menanyakan harganya. Teryata harganya tiga ratus ribu rupiah. 

Uang sebanyak itu jika disamakan dengan nilai rupiah sekarang mungkin sekitar tiga juga rupiah atau lebih. Tak mungkin saya dapatkan dalam waktu dua hari ini. Batas waktu yang diberikan Siti. Saya berpikir untuk menahan uang sekolah sebanyak seratus lima puluh ribu yang diberikan bapak kemarin. Saya berpikir uang itu bisa saya gunakan untuk mengganti mini tape jika dalam beberapa hari mini tape tidak saya temukan. Tapi saya harus segera mencari tambahannya. 

Saya memohon kepada Allah agar memudahkan jalan saya menyelidiki cowok itu. Alhamdulillah.., Allah kembali memperlihatkan kepada saya sebuah jalan yang semakin terang. Hari ini saya berencana minta ijin untuk keluar asrama. 

Izin keluar asrama sangat sulit didapat di hari sekolah. Kami hanya diizinkan keluar asrama di hari minggu, itupun pada jam yang telah ditentukan. Kalaupun terpaksa minta ijin di hari biasa, maka kami harus punya alasan yang sangat kuat, dan bisa dipertanggungjawabkan. Saya belum tahu akan memberikan alasan apa. 

Ketika pelajaran usai, saya bercerita tentang keinginan saya untuk minta izin keluar asrama, kepada sahabat saya yang biasa saya sapa dengan sebutan Kak Atik. Kami sekelas, walaupun tidak satu kamar, tapi saya cukup dekat dengannya. Sebelumnya saya juga menceritakan masalah saya ini kepadanya. Makanya kali ini saya juga ingin minta pendapatnya.  

“Mau kemana sih?” tanya Kak Atik.

“Ke Hotel Denai. Katanya cowok yang ditaksirnya itu PKL di sana. Eno pernah memberikan hadiah kepada cowok itu. Saya yakin hadiah yang diberikannya adalah mini tape yang saya cari. Saya ingin bertemu cowok itu, dan menanyakan tentang hadiah itu.”

“Kalau begitu kamu nggak usah ke sana. Saya punya sepupu yang kerja di sana. Kita telpon saja sepupu saya itu dan minta tolong untuk mencari tahu. Kalau kamu bertemu dia, kan belum tentu hadiah yang diberikan itu adalah mini tape. Jadi kamu akan mempermalukan dirimu sendiri,” saran Kak Atik.

Alhamdulillah.., ternyata Kak Atik punya saudara yang kerja di hotel itu. Saya tidak perlu mempermalukan diri bertemu dengan seseorang yang tidak saya kenal, ditambah lagi saya tidak perlu mencari alasan untuk ijin keluar asrama. Kami pun segera menuju telpon umum yang ada di lingkungan sekolahku. Untuk yang satu ini, kami tidak perlu minta ijin. 

Setelah Kak Atik berbicara dan bercerita tentang masalah saya kepada sepupunya yang kebetulan seorang chef di hotel itu, sang sepupu bersedia membantu kami. Saya menyebutkan merk dan warna serta ciri khusus dari mini tape yang saya cari itu. Serta yang tak kalah pentingnya kaset mungil di dalam mini tape itu berisi rekaman doa sewaktu malam penutupan orientasi siswa di sekolah kami.

Dia berjanji akan menanyakan benda yang saya cari itu kepada cowok yang namanya tadi sudah saya sebutkan. Ternyata cowok itu memang sedang PKL di hotel. Sebelumnya kami berpesan, agar saudara sepupu Kak Atik, tidak menceritakan kejadian ini kepada cowok yang kami maksud. Kami akan menelpon kembali keesokan harinya guna mengetahui hasil ‘investigasi’ sang sepupu.

Alhamdulillah, Allah benar-benar telah mempermudah jalan saya. Setelah keesokan harinya, aku menelpon kembali sepupu Kak Atik. Ternyata benda itu memang ada di tangan cowok itu. 

Sepupu Kak Atik seorang cowok, maka tak sulit baginya untuk bermain ke kos-kosan cowok yang ditaksir Eno. Setelah berbasa-basi seperlunya dia melihat mini tape itu di atas meja belajar kos-kosan. Akhirnya dia bertanya benda itu dibeli di mana dan harganya berapa. Dengan spontan si cowok menjawab bahwa benda itu di berikan sebagai hadiah oleh Eno, temannya yang bersekolah di SPK. 

Yakinlah saya ternyata benda itu memang diambil oleh teman saya sendiri. Sampai di sini saya bingung harus bagaimana selanjutnya. Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada sepupu Kak Atik ini. 

“Kalau gitu kita bicarakan hal ini nanti malam! Uni akan meminta Eno untuk datang.” Uni Ira meminta saya dan Eno untuk menemuinya di sebuah tempat yang jauh dari keramaian, setelah saya ceritakan hal ini kepada Uni Ira.

“Uni Ira punya rencana untuk menjebak Eno agar mengakui perbuatannya,” tambah Uni Ira. Tempat yang dimaksud adalah atap asrama. Sebenarnya tempat itu sebuah atap cor-coran yang biasa kami gunakan untuk menjemur pakaian. Di tempat itu disediakan jemuran, untuk mencapainya kami harus naik tangga putar.

Malam pun tiba. Dengan berdebar-debar saya ke sana. Beberapa saat kemudian Eno pun tiba. Saya tak henti-hentinya berdoa dalam hati memohon kekuatan kepada Allah, agar saya tidak sampai emosi ketika bertemu dengan teman yang telah membohongi saya ini dan membuat uang SPP saya hampir melayang.

Sepertinya Eno tidak tahu bahwa dia diminta Uni Ira untuk menemuinya sehubungan dengan masalah saya. Dia santai berjalan menuju kami. Sepertinya dia tidak memperhatikan ada saya juga di tempat itu. Namun ketika dia melihat ada saya di tempat itu, dia mulai terlihat gugup. 

Pembicaraan pun dimulai Uni Ira dari sejak pertama kali saya kehilangan mini tape itu. Eno tidak mengakui perbuatannya. Saya geregetan. Berusaha menahan diri dengan istighfar dalam hati. Saya ceritakan temuan dan penyelidikan saya beberapa hari yang lalu kepadanya.

“Ya, saya yang mengambil mini tape itu Ni Ira..,” akhirnya selama kurang lebih dua jam kami di atas atap itu, barulah dia mengakui perbuatannya. 

Alhamdulillah ya Allah... saya sangat lega dengan pengakuan ini. Hampir saja saya kehilangan kesabaran. Waktu itu sudah terlontar dari mulut saya untuk membawa masalah ini kepada pengawas asrama. Bagi kami penghuni asrama, pastilah tidak mau berhubungan dengan ibu asrama yang super killer itu. 

 “Nelfi.., Alhamdulillah mini tape itu sudah ketemu. Sekarang Nelfi ke kamar duluan ya.., Uni mau bicara sama Eno mengenai cara mengambil kembali mini tape itu.” 

Walau saya kurang setuju, tapi saya mengikuti saran Uni Ira itu. Saya kembali ke kamar, selanjutnya dia berbicara empat mata dengan Eno. Sebelumnya Uni Ira meminta saya untuk bermaafan dengan Eno. Sampai di kamar, saya langsung melakukan sujud syukur. Menangis kembali di hadapan Rabb alam semesta yang telah mengeluarkan saya dari masalah. [NS]

 

 

 

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. ^_^