Wednesday, July 1, 2020

Kado Untuk Ridho


            “Om, bahasa arab-nya selamat Idul Adha apa sih?” tanya Gea pada Om Ardi yang sedang asyik membaca koran. Adik mamanya itu seorang guru Agama Islam di SMA dekat rumah mereka.

            “Ucapan khusus sih nggak ada. Biasanya paling begini, Taqabbalallahu minna wa minkum. Kenapa Gea nanya-nanya bahasa arab sih?” Om Ardi meletakkan koran di meja. Mataya memandang Gea dengan rasa ingin tahu. Gea hanya tersenyum.

            “Ada deh. Ohya cara menulisnya ginama Om?” Gea memberikan selembar kertas dan pena pada Om Ardi. Om Ardi membuat tulisan yang dimaksud Gea. 

“Nih!” Om Ardi menyerahkan kertas yang sudah ditulisnya. Gea mengambil kertas itu sambil mengucapkan terima kasih. Dia pun berlalu meninggalkan adik papanya itu. Om Ardi hanya geleng-geleng kepala melihat tinggah keponakannya.

                                                ***

            “Selesai!” teriak Gea sambil memandang puas pada hasil karyanya. Sudah seminggu Gea mengukir tulisan Taqabbalallahu minna wa minkum di sebuah kayu berukuran 30 x 20 cm. Gea menghentikan semua kebiasaannya demi mengerjakan ukiran itu.  

            Biasanya hampir tiap hari, sepulang sekolah, Gea melototin Tablet-nya untuk FB-an, Twiteran dan Instagram-an . Gea juga berhasil menahan keinginannya untuk tidak menamatkan novel terbaru dari penulis idolanya demi menyelesaikan ukiran itu.

            “Tugas sekolah ya Ge?” tanya mama ketika melihat Gea mengambil ukiran yang catnya sudah mengering itu. Ukiran kaligrafi indah dengan cat colekat muda. 

            “Nggak kok Ma, ini buat seseorang,” sahut Gea dengan gaya misterius. “Dia sangat suka ukiran. Tapi dia itu sangat alim Ma. Jadi Gea mau kasih hadiah ini aja untuknya.”

            “Anak mama sedang jatuh cinta?” Mama menggoda.

            “Ah Mama! Ini kan cuman hadiah,” pipi Gea bersemu. Ukiran yang dibuatnya terlihat sangat sempurna dengan warna cokelat mengkilap. Mama tak percaya Gea bisa membuat ukiran kaligrafi sebagus itu. Karena sebelumnya Gea tidak pernah membuat kaligrafi. Gea hanya sering mengukir kembang atau gambar binatang di kayu, karena dia memang suka sekali mengukir.

            “Hadiah untuk siapa sih Ge?” tanya mama dengan tatapan menyelidik. “Kasih tau mama dong, orang yang beruntung mendapatkan hadiah ini.”

            “Ada deh. Mama pengen tahu aja.” Gea segera masuk ke kamarnnya. Ukiran kayu itu dimasukkannya ke dalam kotak. Lalu dibungkusnya dengan kertas kado. Sebelumnya Gea membuat sebuah ucapan di kartu yang dibuatnya sendiri. 

Selamat Hari Raya Idul Adha ya Ridho. Ini hadiah spesial dariku untukmu.  Moga setelah ini kita bisa lebih dekat lagi ya. 

                                                                                                                   Your’s 

                                                                                                                    Gea

Selesai membungkus kado itu, Gea bergegas mandi dan mengenakan pakaian terbaiknya. Dia akan memberikan kado itu pada Ridho sore ini. Karena besok menurut Aldi, teman Ridho, Ridho akan pulang ke kampungnya untuk merayakan Idul Adha.

                                                            ***

            Gea sudah di depan rumah Ridho sekarang. Keraguan untuk memencet bel rumah Ridho menghampirinya. Di teras rumah Ridho terlihat Ridho duduk bersama bapaknya dan seorang gadis berjilbab. Gea tidak pernah melihat gadis itu sebelumnya. Mungkinkah dia pacar Ridho?

            Perlahan Gea berjalan ke samping rumah Ridho. Dia ingin mendengar pembicaraan mereka dulu untuk memastikan gadis itu pacar Ridho atau bukan. Terdengar gelak tawa Ridho dan tamunya dari tempat Gea berdiri. Jantungnya berdegup kencang. Semoga mereka tidak melihatku, batinnya.

            “Jadi kamu nggak mau pacaran?” tanya gadis itu. Gea merapatkan telinganya ke pagar rumah Ridho menanti jawaban dari Ridho.

            “Nggaklah Kak. Aku nggak mau pacaran. Kayaknya buang-buang waktu deh. Mending sekolah aja yang rajin.”

            “Kamu yakin? Bagaimana kalau ada cewek yang suka sama kamu? Atau kamu suka sama cewek itu?” tanya Papa Ridho.

            “Ya pasti kutolak. Dan aku yakin nggak akan menyukai cewek sampai aku siap menikahinya.” Suara Ridho terdengar sangat yakin. Gea lemas. Dia segera kembali ke rumahnya. Baiklah, aku akan menunggu kamu sampai kamu siap menerimaku.[NS]

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. ^_^