Wednesday, August 31, 2016

Kisah Tiga Butir Permen


           Saya menyebut permen ini sebagai permen support. Tadi, sewaktu memeriksa isi tas, saya menemukan permen ini. Ingatan saya melayang ke beberapa pekan lalu. Saat saya menjadi keluarga pasien di ruang tunggu ICU RS Mitra Keluarga Bekasi. Salah satu keluarga pasien lain memberi permen ini pada saya. Saat itu kami Saling memberi support bahwa semuanya akan baik-baik saja. Padahal sebelumnya kami tak saling kenal. Kami dipertemukanNya melalui sebuah keadaan, sakitnya salah satu anggota kelurga kami.

         Saat itu, ketika tidak ada teman atau kerabat yang bersama saya, maka mereka inilah yang menjadi kerabat dan keluarga terdekat saya. Salah satunya encik2 yang usianya sekitar belasan tahun lebih tua dari saya. Dia memberikan permen ini ketika saya terlihat sangat bingung, khawatir dan letih. Bukan beliau saja, ada juga seorang ibu yang usianya kurang lebih seusia papa saya, beliau pun menawarkan makanan ringan pada saya sebagai tanda empatinya. 
         Padahal saya tahu, mereka juga sama sedihnya seperti saya. Mereka juga dalam kekhawatiran yang luar biasa ketika menunggui anak dan keponakan mereka. Saya pikir mungkin karena mereka "lebih dulu" menjadi "penghuni" ruang tunggu ini, sehingga mereka terlihat sudah lebih tenang.
         Awalnya saya menolak dengan halus. Tapi beliau bersikeras agar saya menerima permen itu. Saya pun menerimanya. Walau saya benar-benar sudah lama tidak makan permen karena masalah di kerongkongan saya.
        Tapi begitulah, hal itu juga membuat kami lebih dekat dan mulai saling membuka diri tentang keadaan keluarga kami di ruang ICU sana. Kami jadi saling memberi semangat dan bahkan mulai bercerita tentang permen yang hanya saya jumpai di masa saya masih SD. Saat itu kami sejenak bisa melupakan kekhawatiran kami tentang keadaan keluarga kami di ruang ICU. Hingga suara dering telepon dari perawat ICU membuat kekhawatiran kami kembali membuncah. 

        Dering telepon itu seolah mengabarkan keadaan buruk yang menimpa keluarga kami. Saat itu semua jantung kami para keluarga pasien di ruang tunggu ICU, akan berdebar sangat kencang. Kira-kira siapa dari kami yang dipanggil ke ruang perawatan. Apakah berita yang akan disampaikan perawat adalah berita baik atau berita buruk? Apakah keluarga kami yang sedang dirawat di sana bertambah kritis atau sudah lebih baik? Begitulah yang kami rasakan ketika bel dari perawat berdering.
         Bahkan sebagian dari keluarga pasien di ruang tunggu ini menjadi takut untuk mengangkat telepon yang berdering itu. Demikian juga dengan saya. Saya merasakan debaran yang sama ketika telepon itu berdering. Tapi kami harus mengangkat telepon itu. Karena pasti ada hal penting yang akan kami dengar dari perawat di ruang ICU. Masih ada kisah lain tentang kenapa saya menjadi keluarga pasien di ruang ICU RS Mitra Keluarga Bekasi. InsyaAllah akan saya tulis dalam postingan berbeda. Bisa dibaca di sini
       Semoga sahabat semua tidak pernah mengalami sebagai keluarga pasien maupun sebagai pasien di ICU di RS mana pun. Ohya, permen ini masih belum saya makan. Saya akan menyimpannya sebagai pengingat kalau banyak orang baik di luar sana yang masih mau memberi semangat kepada kita walau kita tak saling kenal. semoga saya juga bisa memberikan semangat kepada orang lain seperti mereka memberi semangat kepada saya. 
       Semoga keluarga mereka yang mensupport saya ini cepat pulih ya. Terima kasih untuk support ibu pada saya. ❤️😇😇😇

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. ^_^