Monday, July 4, 2016

Serunya Melewati Kelok 44 Menuju Danau Maninjau

          Tak terasa hari ini sudah memasuki 29 Ramadhan. Rasanya sedih Ramdhan sangat cepat berlalu. Semoga Allah menerima semua ibadah yang kita lakukan selama Ramadhan tahun ini. Dan semoga Allah berkenan mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. Aamiin...
       Seperti yang saya janjikan di postingan bulan lalu, saya ingin berbagi kisah seru perjalanan saya menuju danau Maninjau. 
       Setelah beberapa jam kami menikmati keindahan Lawang Park, kami memutuskan untuk melihat langsung keindahan danau Maninjau dari dekat. Postingan tentang Lawang Park bisa dibaca di sini.
       Perjalanan berliku menuju danau Maninjau pun dimulai. Saya akui, sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Bukittinggi, saya belum pernah sama sekali ke Nagari Lawang ini apalagi ke Danau Maninjau. Ini merupakan pengalaman pertama saya ke sana. Demikian juga dengan suami dan anak-anak. 

      Bersyukur kami mengajak papa saya, jadi beliau yang memandu jalan kami menuju danau Maninjau. Papa cukup sering ke sini, karena urusan pekerjaan beliau. 
      Sama dengan perjalan awal menuju Nagari Lawang, jalan menuju danau Maninjau juga dipenuhi kelok atau tikungan tajam.Yang paling terkenal adalah kelok 44. Artinya kita akan menjumpai sebanyak empat puluh empat tikungan tajam.
      Kami pun bersiap untuk itu. Perjalanan memasuki kelok 44 itu pun dimulai. Awalnya kami masih bisa tersenyum dan bercanda ketika melewati kelok pertama dan kedua. anak-anak juga menghitung kelok dengan melihat penanda yang terbuat dari (saya rasa) lempengan aluminium. 

     Tapi begitu melewati kelok berikutnya, perjalanan horor pun dimulai. Tikungan tajam dan menurun itu benar-benar mengadukisi perut kami. Saat ini dibutuhkan skill driver yang sangat mumpuni. Karena lebar jalan yang cukup kecil. Hanya bisa dilewati dua mobil dari arah berlawanan.   
      Agak susah memperhatikan ada mobil dari arah berlawanan ketika mobil sedang menikung tajam. Jadi jangan coba-coba pindah jalur atau ingin menyalib mobil di depan kita. Karena bukan sampai lebih cepat, tapi kecelakaanlah yang akan menimpa kita. 
      Kaca spion besar yang berada di setiap tikungan sebenarnya ada. Tapi tetap saja kita tidak bisa melihat secara jelas ke depan karena tikungan tajam yang menurun. Benar-benar harus sangat berhati-hati saat berada di kelok ini.
      Rasanya waktu berjalan sangat lama ketika menghitung jumlah kelok. Apalagi kelok yang dikasih nomor itu adalah tikungan yang sangat tajam yang hampir berputar 360 derajat. Mereka tidak menghitung tikungan yang hanya 45 atau 90 derajat.
      Saya berterima kasih kepada pemda setempat yang membuat perjalanan horor ini menjadi dipenuhi zikir karena mereka menambahkan zikir Asmaul Husna di setiap lempengan nomor kelok. Kami pun jadi berzikir sepanjang jalan agar Allah menjaga kami.

     Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tiba-tiba mobil mogok di tengah kelok ini. Karena tak ada rumah warga atau jalan yang cukup lebar untuk tempat parkir memperbaiki mobil. 
        Di samping kanan adalah tebing dan di kiri ada jurang. Kita berada di tengah hutan. Sebenarnya suara khas hutan, seperti suara burung atau binatang hutan yang tidak terlihat lainnya, sangat indah ketika didengar saat kita berada di rumah. Tapi suara itu tidak bisa kami nikmati karena kami terlalu fokus dengan kelok yang menurut kami sangat horor. (lebay)
       Alhamdulillah setelah berzikir sambil menghitung jumlah tikungan, kami pun berhasil melewati tikungan ke 44. Lega rasanya begitu tikungan tajam itu berhasil kami lewati. Dan jalan lurus ke Danau Maninjau pun mulai kami lewati. 
      Ternyata kami bertemu kendala lain waktu hampir sampai di danau Maninjau. Ada pasar tumpah di jalanan hari itu. Saya rasa pasar itu tidak setiap hari ramai seperti hari ini. Sama seperti beberapa pasar di desa yang ramai pada hari-hari tertentu.
    Jadi kami dihadang kemacetan selama sepuluh menit di sini. Bersyukur di sekitar jalan menuju danau Maninjau ini ada pedagang bensin eceran. Jadi jangan khawatir jika mobil sahabat kehabisan bensin di sini. Tapi tentunya harganya lebih mahal dari harga yang resmi di pom bensin.
       Akhirnya kelelahan kami melewati tikungan horor pun terbayar dengan keindahan danau Maninjau. Memasuki kawasan wisata Danau Maninjau, kita hanya membayar tiket sebesar 5000 rupiah perorang. Banyak pedagang makanan di sini. Seperti warung kopi dan mie instan.Tapi hanya satu rumah makan. Jadi sebaiknya bawa nasi atau bekal dari rumah jika ingin makan di sini.

      Kami pun lalu menikmati keindahan danau sambil melihat orang memancing. Setelah kami rasa cukup menikmati keindahan danau maninjau, kami pun kembali pulang. 
       Ketika kami meninggalkan maninjau, mata kami tak lepas memandangi danau itu dari kejauhan. Setelah beberapa meter, kami memandangi danau maninjau, ada sesuatu yang indah kami lihat yang muncul di tengah danau. Sebuah pelangi! Sepertinya ada hujan setempat di tengah danau. Cahaya matahari yang membias karena hujan, menghasilkan pelangi kecil di tengah danau. Maa Sya Allah... indah sekali. 
      Saya buru-buru mengabadikan moment langka ini. Karena mobil sedang melaju saya meminta suami saya menepi dulu. Tapi kami tidak bisa menepi karena jalanan yang kecil. Ada beberapa mobil di belakang kami. Sementara di depan juga kendaraan cukup ramai. 

       Alhamdulillah saya bisa mengambil foto pelangi kecil itu. Sebelum memasuki kelok 44, kami shalat asar dulu di Masjid terbesar di Maninjau. 



    Selesai shalat, hujan pun turun. Kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Ini benar-benar perjalanan yang takkan saya lupakan. Karena ketika kembali melewati kelok 44, kami juga menghadapi perasaan yang sama dengan waktu kami berangkat tadi. Apalagi ada sebuah mobil bak yang mengangkut ribuan ikan kecil. Mobil itu berjalan pelan di depan kami. 
       Ada dua sepeda motor yang dibawa oleh dua wanita. Saya sangat takjub dengan wanita yang mengendarai motor itu, dia adalah wanita pemberani. Dia berada di tengah tanjakan yang berbelok dan berada di belakang mobil pembawa ikan yang berjalan pelan.
     Butuh kesabaran dan kehati-hatian ekstra untuk menyalib mobil itu di kelok 44. Alhamdulillah suami saya berhasil melakukannya. Jempol deh untuk bapak Syifa. 
      Demikian cerita seru kami menuju danau Maninjau. Semoga bermanfaat ya. Selamat menimati libur bersama keluarga. ^_^

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. ^_^