Sore itu,
ketika keluarga kami pulang dari jalan-jalan, tiba-tiba badan Hauzan 20 bulan,
agak panas. Saya meminumkan obat penurun
panas yang ada di rumah kepada Hauzan sebelum dia tidur. Alhamdulillah dia
tidur nyenyak hingga jam 10 malam.
Namun
pukul 10.10 WIB, badan Hauzan kembali panas. Saya merasakan napasnya yang
semakin cepat ketika saya memberi ASI padanya. Putra bungsu kami itu pun mulai
rewel dan minta digendong terus. Saya segera mengambil thermometer dan
memeriksa suhu badan Hauzan.
Alangkah
terkejutnya saya, ternyata angka di thermometer menunjukkan 38,5 derajat
celcius. Dalam kecemasan yang luar biasa, saya kembali meminumkan obat panas
kepada Hauzan. Dokter pernah mengatakan
bahwa saya bisa memberikan obat panas
setiap 4 jam jika Hauzan masih panas.
Sembari
menunggu obat panas bekerja, saya membuka baju Hauzan dan memeluknya ke dekapan
saya. Kulit kami saling menempel. Saya harap panas badannya bisa diserap oleh
kulit saya. Saya pernah membaca sebuah artikel bahwa sebaiknya anak yang panas
di dekap ibunya agar panasnya cepat turun. Saya juga mengompres dahi Hauzan dengan
kompres air hangat.
Dua jam
menunggu, ternyata panas Hauzan belum juga turun. Biasanya panas Hauzan
turun setelah 2 jam diminumkan obat panas. Sementara itu
Hauzan merintih dalam pelukan saya. Apalagi saya merasakan panas badannya
semakin tinggi. Dan tidak ada keringat yang membasahi kepala dan badannya
seperti setelah dia minum obat panas tadi sore.
Saya
mengambil thermometer dan mengukur kembali suhu badan Hauzan. “Ya Allah!” pekik
saya ketika melihat angka di thermometer itu. Tiga puluh sembilan derajat
celcius! Sangat tinggi demamnya kali ini. Sebelumnya Hauzan tidak pernah panas
setinggi ini. Saya mulai panik.
Karena
panik dan takut Hauzan kejang, saya buru-buru membangunkan suami. “Pak, kita
bawa Hauzan ke IGD aja, sepertinya harus menggunakan obat panas yang dari anus
nih!” ucap saya panik ketika membangunkan suami.